Sunday 25 April 2010

Selalu dengan Tersenyum

Ini aku dedikasikan untuk adikku, Ifah Scientia dan teman-teman Serambi-nya.

Semoga Allah memuliakan kalian karena kesungguhan dalam berdakwah. Semoga Allah mencatat pula, upaya teman-teman menegur soal apa yang dihitung dalam Islam sebagai kemusyrikan, sebagai amalan baik yang akan mencegah teman-teman dari Neraka, dan beroleh tiket ke surga.

Ini soal penegasan bagaimana kita berdakwah di lingkungan tempat kita diamanahkan. Kali ini izinkan Kakakmu ini menukil apa yang dituliskan oleh Om Hasan dalam Dakwatuna, Dakwah Kami.

Ifah, tidakkah kau ingat bahwa Om Hasan memberikan tiga solusi dalam satu paket sebagai upaya untuk membangkitkan umat dari keterpurukannya. Ketiganya secara berturut adalah Manhaj yang benar, Aktivis yang beriman, dan Pemimpin yang tegas dan Terpercaya.

Bosku, Sang Nobunaga memberikan tafsiran yang lebih luas soal Manhaj yang benar pada urutan Al-Quran, Sunnah, dan Manhaj IM.

Soal kemusyrikan jelas tertera dalam Al-Quran dan Sunnah, tapi juga soal berdakwah dengan cara terbaik juga digariskan pula dalam Al-Quran. Kau jauh lebih tahu surah-surahnya.

Biarkan aku mengulas apa yang digariskan oleh Om Hasan soal sikap orang-orang yang memandang dakwah IM, dan bagaimana sikap terbaik kita kepada mereka.

Tuan Guru Hasan membagi masyarakat kepada empat golongan, Orang Mukmin, Orang yang Ragu, Orang Oportunis, dan Orang Arogan.

Perhatikan seruan kepada orang Mukmin, maka "..kepada orang ini kami mengajak untuk segera bergabung dan bekerja bersama kami, agar jumlah para mujahid semakin banyak..." Tidak berhenti pada menggariskan apa yang harus dilakukan kepada golongan ini , tapi Imam Hasan memberikan caranya..yaitu dengan penyadaran bahwa "...iman tidak akan punya arti bila tidak disertai dengan amal. Akidah tidak akan memberi faedah bila tidak mendorong penganutnya untuk merealisasikannya dan berkorban di jalannya." Imam syahid kemudian menekankan pentingnya berkaca pada sejarah para Nabi dan generasi terdahulu.

Selanjutnya pada orang yang ragu..."orang seperti ini kami bairkan bersama keraguannya. Di samping itu kami memberi saran kepadanya agar tetap berhubungan lebih dekat lagi dengna kami, memperhatikan kami dari dekat atau dari jauh, mengkaji tulisan-tulisan kami, mengunjungi pertemuan-pertemuan kmai , dan berkenalan dengan saudara-saudara kami. Setelah itu, insya Allah ia akan percaya kepada kami. Memang begitulah keadaan orang-orang yang ragu dari kalangan pengikut rasul-rasul dahulu."

Pada orang oportunis, Imam as-Syahid tidak lantas menyuruh mereka untuk pergi meninggalkan jamaah. Nasehat menjadi pendekatan terbaik, nasehat bahwa dakwah tak menjanjikan apa-apa kecuali pahala dari Allah jika ikhlas hadir dalam dirinya. Setelah nasehat kemudian doa, agar Allah menyingkap tabir penutup dari hatinya dan menghilangkan kabut keserakahan dari jiwanya. Jikapun tidak berhasil, Imam Syahid merefleksikan bagaimana sikap Rasulullah terhadap orang-orang golongan ini di masanya. Rasulullah hanya menyatakan bahwa bumi ini hanyalah milik Allah. Ia akan mewariskannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sesungguhnya kemenangan akhir selalu menjadi milik orang-orang yang bertakwa.

Terakhir, golongan orang arogan, kepada mereka Imam Syahid sepanjang pemahamanku menggariskan tiga hal. Pertama berdoa agar diri kita dikuatkan dalam kebenaran, dan menghindari kebatilan. Kedua tetap mengajak untuk bersedia menerima ajakan dan berdoa untuknya dengan tetap memahami bahwa petunjuk adalah hak prerogratif Allah. Ketiga tetap mencintainya karena Syiar yang kita terapkan adalah syiar yang pernah diajarkan Rasulullah seraya mengutip hadis "Ya Allah ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui."

Dari ke empat golongan dan metode yang diterapkan tak ada satupun penekanan penggunaan kekerasan, amarah atau kemurkaan. Yang ada hanya seruan yang tiada henti, doa dan cinta. Rasulullah mendasari dakwahnya dengan cinta, tercermin dalam akhlak kesehariannya. Percayalah dengan sekedar menebar salam dan senyumpun sesuatu bisa berubah, maka tersenyumlah.

--Natsir Ayahku, Hasan paman guruku

1 comment: