Monday 19 April 2010

Pembuktian Terbalik Pejabat Negara

Oleh: Umar Badarsyah, peneliti INSURE

Selasa, 13 April 2010

Terkuaknya mafia kasus pajak dan hukum pada kasus Gayus disusul kemudian Bahasyim dan Syahril Djohan yang melibatkan para pejabat di tiga institusi: pajak, kepolisian dan kejaksaan, memunculkan sejumlah wacana terkait upaya memberantas korupsi dan membuat jera para pelakunya. Dari mulai penguatan sanksi sosial hingga hukuman mati banyak disuarakan publik. Pembuktian terbalik juga menjadi sebuah wacana yang diperbincangkan serius.

Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa bahkan mengatakan bahwa Satgas telah membahas konsep pembuktian terbalik bersama Presiden SBY. Presiden memberikan lampu hijau dan meminta Satgas membahas lebih lanjut bersama Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Menurut rencana pembahasan itu akan dilakukan pekan ini.

Inefektivitas Pelaporan LHKPN

Wacana pembuktian terbalik juga diangkat karena sistem pelaporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) masih dianggap inefektif dalam memberantas korupsi dan mengembalikan kerugian negara. Sejumlah pejabat negara, kepala daerah dan anggota DPR yang terlibat korupsi membuktikan hal itu. Ketiga unsur tersebut merupakan pejabat negara yang dikenakan kewajiban melaporkan harta kekayaannya menurut Undang-Undang. Sorotan terhadap lamanya waktu yang diperlukan antara ditemukannya indikasi penyelewengan dan upaya cepat menyelamatkan uang negara juga menjadi titik lemah yang ada pada sistem pelaporan LHKPN saat ini.  Hal ini diamini oleh Wakil Ketua KPK Hayono Umar. Meski sejak tiga tahun terakhir terdapat 30 kasus yang pengusutannya berawal dari LHKPN, namun perlu waktu lama untuk melakukan pengusutan dan pengembalian harta kekayaan negara.

Pelanggaran Prinsip Pidana

Wacana pembuktian terbalik selalu dihadapkan dengan pelanggaran prinsip pidana. Hal ini dikarenakan pembuktian terbalik memang secara prinsip melanggar asas pidana dan peradilan pidana. Dalam asas pidana berlaku asas presumption of innocent, tersangka atau terdakwa hanya dinyatakan bersalah jika proses persidangan membuktikan dan menyatakan bahwa dirinya bersalah. Prinsip lain yang juga dilanggar dalam pembuktian terbalik adalah non self incrimination, bahwa dalam peradilan negaralah yang memiliki kewajiban untuk membuktikan tuduhan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh seseorang, sedangkan pada pembuktian terbalik, tersangka atau terdakwa dibebankan untuk membuktikan sebaliknya bahwa dirinya tidak bersalah.

Kedua asas yang dilanggar oleh pembuktian terbalik dilindungi dan diakui dalam banyak dokuman hak asasi internasional salah satunya adalah International Covenant on Civil and Political Rights. Menurut Prof.Indriyanto Seno Adji, di seluruh negara hukum baik Anglo Saxon maupun Eropa Kontinental, pembuktian terbalik jarang ditemukan. Bahkan dalam sistem utama peradilan pidana (KUHAP) kita pembuktian terbalik tidak diperkenankan. Pasal 66 KUHAP menegaskan bahwa, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian

Celah Pembuktian Terbalik
Meski demikian bukan berarti pembuktian terbalik merupakan barang haram dalam dunia hukum. Setidaknya untuk kasus penyuapan pejabat negara (bribery), pembuktian terbalik digunakan oleh sejumlah negara termasuk Indonesia. UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 memperkenankan penggunaan pembalikan pembuktian terbalik dalam kasus suap.

Selain itu pembuktian terbalik juga bisa digunakan sebagai upaya memperkuat sistem LHKPN dalam mencegah penyelewengan pejabat negara. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, pejabat penyelenggara negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam membuktikan kekayaan yang dimilikinya baik sebelum, sementara dan sesudah menjabat.

Melihat bagaimana kasus Gayus, Bahasyim, kasus-kasus terdahulu dan yang paling baru terkait laporan PPATK terkait sejumlah transaksi mencurigakan sejumlah menteri dan anggota Dewan. Pemberlakuan pembuktian terbalik bagi pejabat penyelenggara negara perlu segera dilakukan demi menyelamatkan uang negara dan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, bebas KKN.

No comments:

Post a Comment