Thursday 4 September 2008

Fena dan Resolusi Cinta

SEbentar, barangkali terjadi dua atau tiga minggu sebelum Ramadhan, aku lupa persisnya...aku diminta untuk mengisi pelatihan tata cara bersidang di FKGUI. Mereka hendak mengadakan msuyawarah besar senat FKG nasional.

Sebenarnya sudah lama diminta saat AW (Adi Winawan) meminta bantuan untuk dicarikan orang yang bisa membantu adik kelasnya (Moya FKGUI )untuk mengisi pelatihan tcb. Itu terjadi selepas rapat jurnal LKIHI.

FKG? SElalu ada gairah tersendiri dan pribadi sifatnya tiap kali ada kesempatan untuk berkunjung ke sana....karena Fena. Misteri nyaris abadi dalam hidupku...bukan salah makhluk berparas rupawan ini kalau ia jadi misteri hidupku, lebih karena aku....aku tak kuasa bertarung melawan persepsiku, dorongan nafsuku, dan sedikit bujuk rayu setan, untuk membiarkan beberapa babak dalam hidupku terjebak dalam ketidakberdayaagunaan hidup, akibat cinta!

MEski sudah hampir dua tahun berselang sejak pemahaman Islamku membaik dan jerat itu tidak lagi adidaya saat petunjuk membabatnya, tapi masih ada noda-noda yang tersisa...selalu ada jejak yang tersisa.

Aku beristigfar dalam hati, dan dengan dalih ada seseorang yang lebih kompeten karena pengalaman dan didikan organisasinya maka aku merekomendasikan Ka Rimas, beruntung Rika dan Gama mengamini...hanya saja dalam hati setengah berharap Ka Rimas tidak bisa hadir, dan aku menawarkan klausula untuk menjadi serepnya.

Selepas itu aku tidak lagi memikirkannya, hingga dua hari sebelum masa pelatihan RIka menelpon, dia tidak bisa menghubungi Rimas, dan khawatir dia tidak bisa datang, dalam pertemuan sebelumnya memang Rimas mengaku pada hari pelatihan dia ada jadwal UAS satu mata kuliah yang diambilnya pada semester pendek. Harus aku!

Ini kesempatan, untuk mengobati dan meluruskan segalanya...kesmpatan, sebuah resolusi. Aku percaya mentalku sudah siap, akidahku insya Allah lebih mantap karena ia ditopang dengan pemahaman, dalam Islam Ilmu penting untuk menjaga KeImanan, sebaliknya Iman penting untuk menghasilkan kebermanfaatan dalam ilmu.

SEhari sebelum pelatihan aku hubungi puteri kedua dari guru Biologiku sewaktu di Cairo, melalui fs dan sms. Kami berjanji untuk bertemu di sana.

Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik, tidak ada lagi kisah lidah kelu tiap kali bertemu dengannya, obrolan kaku, basi, dan entah beban seberat gunung dari mana yang kerap menghinggapi dadaku tiap kali berjumpa dengan Prity Zinta berhijab itu di pertemuan-pertemuan sebelumnya.

Bukan...bukan karena tidak ada lagi cinta untuknya...hanya saja ia bertransformasi, tidak lagi cinta karena lawwamah, tidak lagi atas dasar kasih yang tidak pada tempatnya...tapi cinta atas dasar ukhuwah...sungguh itu yang kurasakan...Maka selepas mengisi pelatihan ingin rasanya menyempurnakan resolusi ini dengan bersilaturrahim ke rumahnya, bertemu kedua Guruku(Ibunya Guru PKK dan Budi Pekerti sewaktu aku SD di sana), dan Farah kakaknya yang juga teman sekelas kakakku.

SEnang rasanya bisa bertemu dengan mereka, brbicara hangat tentang keadaan mereka kini. SEnang mengetahui bahwa Pak Mustafid dan IBu sibuk dalam kegiatan dakwah di PB Nahdlatul Ulama selaku penggiat pelayanan kesehatan masyarakat ormas Islam terbesar di Indonesia itu...visi dakwahku mengatakan bahwa barangkali ini salah satu pintu silaturrahim dakwah yang Allah sedikit buka untuk bisa kupanen demi kepentingan umat.

Yang membuat aku lebih senang adalah saat bertemu dengan mamandanya fena(nenek aku tidak tahu apakah mamanda itu panggilan yang berarti nenek di keluarga asli MAdura, tapi setidaknya nama itu yang digunakan untuk memanggil perempuan paruh baya yang sangat ramah itu). Beliau begitu baik, menyenangkan dan terlebih lagi pintar masak masakan mesir, kebetulan hari itu ada rus sya'riyah yang dimasaknya untuk sengaja dihidangkan bagi sahabat suaminya Om Quraisy Syihab yang pada hari Rabu malam itu akan mengadakan pengajian, dan mereka sekeluarga berniat datang silaturrahim.

Jika saja aku tidak ada pengajian di UI tawaran untuk datang bertemu Om Quraisy Syihab yang juga berarti mengunjungi Hala, Caca dan Ahmad pasti aku jabanin, semakin banyak silaturrahim yang kudapatkan. Tapi sudah terlalu banyak agenda dakwah yang aku dzalimi....

Selepas maghrib baru aku pamitan dan bertolak dari rumah Fena di bilangan Rawasari Timur, kebetulan selepas itu, tanggal 18 Agustus ada pernikahan Irwan dan kita berjanji untuk datang dan berharap banyak rekan-rekan eks Cairo yang bisa hadir untuk silaturrahim.

SEmua berjalan begitu indah, aku semakin yakin bahwa aku sudah 'sehat'...bahwa kini aku sudah siap untuk menaruh cinta atas dasar cintaku kepada Dia Yang Maha Mencintai, dan Kekasih-Nya Mustafa sang pembawa risalah.

Allahumma innaa na'udzu bika min annusyrika bika syai an maa na'lamuhu wa bimaa laa na'lamuh

Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepadamu dari perbuatan mempersekutukanmu baik yang kami ketahui (sadari) maupun yang tidak kami ketahui (sadari) Amin

Untuk adikku Fena....

Uhibbuki fillah Insya Allah : )


"Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At-Taubah: 24)

Pejalan Tangguh II

hmmmmmmhhhh (desahaan lembut..releasing burden) akhirnya harus memulai seri Pejalan Tangguh II...this is hard...karena ini berarti meraih memori terkelam dalam hidup...Kisah ini akan berujung pada depresi akibat penyesalan mendalam, diawali dengan beberapa percobaan bunuh diri yang bodoh...hahah... Selamat menikmati

Pejalan Tangguh II :

Perjalanan Terkelam dalam Hidup

Sebelumnya izinkan saya untuk bercerita beberapa hal, agar pembaca sekalian mendapatkan gambaran-gambaran yang kemudian dengannya bisa sedikit memahami reaksi emosi yang dialami penulis.

Saya menyarankan untuk tidak pernah sekali-kali menginjakkan diri di bumi kinanah, Mesir, terutama Cairo. Negeri seribu menara ini punya ribuan pesona, yang membuat mu jatuh cinta. Ia kasar sekaligus lembut. Ia panas sekaligus dingin. Kering tetapi subur. Sakhara yang gersang, Nil yang gembur. Unta yang lamban, kuda yang dipacu. Burung gagak yang menjalak, dan hud-hud yang bersalawat, balam yang melengking, Elang yang mengintai, kawanan merpati liar genit, kawanan bangau yang transit.

Kota kuno yang eksotis, klasik, corak modern sampai yang norak. Ada kekasaran degil, ada kelembutan yang tertulus. Ada permusuhan yang mengurat, ada persaudaraan yang erat yang tidak bisa dikerat. Flamboyan yang bersemi, flamboyan gugur, falmboyan dalam warna Fena.

Masjid dengan kubah-kubah megah, masjid tanpa kubah, masjid di bawah apartemen. Gereja, sinagog berdiri dalam damai. Tegur salam yang indah. Manusia-manusia berhati keras, berkepala batu, sekaligus manusia terlembut, dan paling penuh kasih. Penipu terulung, si jujur tertulus. Jangan panggil mereka bakhil, semiskin-miskinnya mereka kaum termurah pemulia tamu.

Usap hati kasar mereka, kau temukan mutiara kelembutan mereka...

Cairo, Kota, geografi, tata kota, biota, manusia, kehidupannya..menawarkan seribu rasa, dengan seribu alasan untuk membenci dan mencintanya...

Kau terkesan dan hanyut dengan Ayat-Ayat Cinta, atau dalam Mihrab Cinta karya tulus Kang Abik? Sungguh keduanya hanya pereda rindu sedetik saja atas rindu dendam keseluruhannya jika Kau... teman, mengalami celaka sekedar menginjakkan kaki di sana!

Rasa tha'miyah, sampai kibdah, kebab, firakh masywi, nasi kusyari, ruz gambarik, mulufiyah, kuftah, ruz billaban, munufiyah, halawa...asinan tursyi, roti isy, fuul, susu sapi , susu kerbau, susu kambing segar..madu arab...anggur segala jenis, kukh, barkhukh, syamaam, syamaam 'asali, jeruk-jeruk setia teman musim dingin yang menusuk tulang, memecah bibir, menyisik kulit. Air minum bersih, sejuk, panas. Semua terasa istimewa.

Al-Azhar!termuliakan dengan ilmu, dan kezuhudan, keikhlasan, dan keistiqomahan. Dia kaya namun bersahaja. Ribuan bahkan jutaan orang sudah berkuliah di universitas yang telah berdiri selama lebih dari ratusan mungkin seribu tahun. Generasi para penghafal hingga kini masih menjadi mutiara-mutiara yang bersinar dan menyebarkan sinar-sinarnya di Pakistan, Sudan, Indonesia, Malaysia, kembali ke negeri-negeri mereka berasal dan menjadi penopang kebangkitan Islam.

akhhhh...Saya tidak pernah pandai untuk melukiskan Cairo. Sejarahnya begitu tua, dia punya keagungan tersendiri. Kuno, bersejarah, modern dengan keudikan khasnya.Orang-orang cantik. mata biru, rambut pirang, mata biru rambut hitam, bibir delima hidung mancung, dalam kelancangan yang dipamerkan maupun dalam lindungan hijab dan cadar tebal.

Orang-orang kuat, kasar, berhati keras sekaligus lembut. Semua dalam keadaan ekstrim. Kau bisa menemukan orang yang membuatmu berhenti kesal karena lelah untuk kesal. Sebaliknya kau bisa menemukan orang yang membuatmu tergugu karena begitu tersentuh dengan ketulusan, kejujuran, kezuhudan, dan kasih sayang yang mendalam.

Mabuk Cinta atas MArs di bumi (Cairo dalam bahasa arab disebut Qohirah, kata yang sama yang digunakan untuk menyebut planet MArs, keduanya merah menyala)yang membuat saya sempat meneretas jalan untuk kembali.

Dan bagi Saya sendiri , Cairo juga berarti Sekolah Indonesia Cairo, orang-orang Indonesia di Cairo, budaya ukhuwah yang sedemikian kental antara kami.... dan Fena. Gadis kecil yang bukan karena kesalahannya lah ada rasa cinta mendendam selama empat setengah tahun kehidupanku di sana... bagiku dulu, wajah Cairo juga berarti wajah lucunya, tiap kelokan dan sudut kota adalah lesung di kedua pipinya, sinar lembut matahari pagi adalah sinar wajahnya, celoteh burung-burung kecil, kicauan merdu mereka adalah suara riangnya... sungguh...jerat-jerat cinta begitu dahsyat, meski digambarkan dalam sosok malaikat lucu dengan panahnya, saya yakin cupid pasti jelmaan demon, pada sphere-sphere di atas lima atau mungkin tujuh baru sosok aslinya tampak, ahhh manusia memang tak pernah punya mata yang tajam (liat Barthelomos Trilogy)...senjata terampuh pasukan iblis dalam menjerat sesiapa yang terlena dan terhanyut karenanya, dan hanya pertolongan Allah lah yang dapat menyelamatkan kita darinya, membuka tabir bahwa cinta sejati hanyalah cinta untuk-NYA, Alhamdulillah pemahaman itu kini melekat dalam benak dan hati, hingga ia telah menjadi obat bagi hati yang lalai.

Keseluruhan gambaran di atas lah yang kemudian memunculkan azam untuk kembali ke kota ini, kembali sebagai pencari ilmu ...dan untuk keperluan tulisan ini, pencari cinta (huek)...

Segera sepulangnya dari Umrah (akan diangkat pada Pejalan Tangguh III) dan wisuda kelulusan SMP, SAya bersama Mama dan Adikku Isna pulang lebih dahulu ke Indonesia. Sesampainya kembali ke Jakarta segera ke Ponorogo untuk mendaftarkan diri ke Gontor. Ketika mendaftar ke gontor I ternyata ujian masuk masih sekitar enam bulan lagi diadakan, dan Saya disarankan untuk masuk kelas persiapan di Gontor II, maka mulailah perjuangan dan petualangan menuju cita-cita masuk ke Pondok Pesantren Kuliyyatul Muallimin AlIslam, Gontor Ponorogo.

Saya sangaat terkesan dengan Gontor, KMI Gontor didirikan sebagai wakaf yang dikelola oleh Badan Wakaf Gontor, muwakifnya adalah tiga serangkai (lupa nama-nama mulia mereka nanti akan saya tuliskan)....

"Hidup sekali hiduplah yang berarti, hidup jangan takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati sekalian"

Semboyan ini adalah salah satu semboyan yang ditulis besar-besar pada dinding bangunan Gontor II dan merupakan kata-kata yang kerap diucapkan dan diinternalisasikan oleh para pendiri hingga oleh para pendidik hingga generasi saat ini.

TEmpat ini adalah tempat belajar untuk hidup! Tentang how to survive, how to compete tetapi tetap sebagai manusia. Kami dididik untuk menjadi pemberani, pengecut tidak ada tempat di sana. Orang-orang cengeng takkan lama bertahan setidaknya pada kasus saya...saya tidak bertahan.

Datang dari kenyamanan yang berlimpah kepada kenyamanan yang harus dicari, digali, dimaknai....kira-kira seperti ini shock culture yang saya alami:

1. Makan, jangan kau tanya apa yang biasa tersedia di meja keluarga kami karena tidak ada yang istimewa. Sekali lagi kami keluarga sederhana dengan kesederhanaannya tetapi kami pun tak pernah menolak sedikit kemewahan, maka selain menu-menu sederhana seperti tahu-tempe (di mesir banyak mahasiswa cairo yang hidup dari bikin tahu tempe, persis apa yang ditulis kang abik di buku-bukunya, ,sosok Azzam itu banyak di sana) makanan sederhana mesir, full, ta'miya, kibdah, sampai beberapa makanan cepat saji seperti pizza hut, mcdonald,kfc, Abu Sharif, Keny Roger's drill, kadang-kadang menyelingi, sesekali jarang sih sebenarnya...tapi yang paling penting...tersedia dengan mudah, tinggal makan. Di Gontor kami mengantri, Saya lebih memilih dapur umum ketimbang dapur2 pribadi yang ditawarkan untuk lebih menghayati kehidupan di sana. lebih dari 1000 siswa mengantri di dapur umum. Nasi yang sedikit keras dengan bonus kerikil-kerikil untuk membantu pencernaan. Lauk pauk, ini luar biasa, untuk sarapan pagi kami nasi sambel daaaaaaaaannnnnnnnnnn kerupuk! Terkadang ada sayur 'sop' tanpa daging. Makan siang pasti ada sayuran, dan lauk seperti tempe atau tahu berkuah cukup.Makan malam tidak jauh berbeda dengan makan siang. Begitu hampir tiap harinya.

Jumat pengecualian, ba'da jumatan adalah 'kemewahan', seringkali kami mendapat lele, atau sekerat kecil daging kalau idul adha, buah nanas sepotong, dan kadang-kadang susu yang kalau kau datang telat semenit saja kau harus merayu teman untuk berbagi...

Dua minggu pertama hasilnya: sakit typus.....Tapi entah mengapa, saya tidak mengeluh karenanya... karena bahkan dulu masih teringat dalam memori saya, ada masa di mana hanya tempe saja yang tersedia untuk beberapa hari..itu terjadi tentunya sebelum kami ke Cairo...bahkan tetangga kami waktu itu begitu menghargai uang seratus rupiah, yang dengannya bisa membeli kerupuk putih untuk menjadi lauk makan siang dengan nasi panas dan garam.

Pengalaman itu membuat hati saya dekat dengan realita , dengan ketimpangan sosial, dengan betapa banyaknya kenikmatan yang Allah lebihkan kepada kami tetapi tidak kepada yang lainnya, padahal kami jarang bersyukur! Aku cinta Gontor atas pembelajaran hidupnya...

2. MAndi, Kami tinggal di apartemen yang cukup besar meski tidak mewah sewaktu di Cairo. Dengan satu kamar mandi dan satu toilet dengan shower, bisa dipakai untuk mandi. Airnya bersih, entah bagaimana sistem pengairan domestik di mesir, tapi tampaknya cukup baik setidaknya di wilayah kami, Dokki, entah di pemukiman miskin, yang jelas kami tidak pernah kekurangan air bersih selalu melimpah. Bahkan saat musim dingin kami tak perlu takut mandi karena ada mesin pemanas (sebenarnya mandi dengan air dingin di musim dingin lebih membantu mengurangi rasa dingin yang sedemikian menggili, asal tidak setiap hari karena kulitmu bisa iritasi), dengan kakus bersih.

Di Gontor II, kami mandi dengan mengantri, cukup menjejerkan gayungmu saja diurutan antri. Dengan bak mandi yang tidak terlalu bersih, bahkan kalau mendekati waktu kerja bakti banyak cairan sabun melayang-layang, dan tak jarang benih-benih nyamuk, mandi dengan air yang relatif lebih bersih adalah setelah kerja bakti.

3. Tidur. Di Cairo aku punya kamar sendiri, kamar kami ada tiga, besar-besar dengan alat pendingin dan pemanas ruangan. Meski tidak pernah tidur sendirian karena sering kali om-om (panggilan kami anak2 SIC untuk para mahasiswa Al-Azhar yang pria tentunya, hmmm saya baru sadar satu hal, kok yang akhwat2 nga kami panggil tante ya? kami manggil mereka ka) mahasiswa yang akrab dengan keluarga kami yang paling sering : Arifin Jayadiningrat (sekarang ustad lho), Yana Sopiana, Dede Ropik, Om Qaris Tadjudin (sekarang wartawan Tempo) Om solihin, Mang Kodir (katanya sekarang jadi ajengan di sebuah pesantren huahahhahah padahal.....), Mang Aan (dosen UIN Surakarta) dan PII'ers : Acung Wahyudi, Hakamsyah cs kerap bergantian tidur menginap.

Khusus om Arifin dan A yana mereka sih sudah hampir seperti penghuni tetap n part of the family. Kamarku cukup besar. Di GOntor dua, kamarnya lebih besar hampir dua kali..........untuk empat puluh orang, dengan empat puluh lemari kotak yang disusun menempel dinding dan memotong ruangan sudah terlihat penuh. Kami tidur di bawah dengan kasur lipat yang kerap kali apak dan kalau musim panen, kutu busuk dan titinggi adalah teman tidur kami.

Kami tidak boleh nonton tivi, tidak boleh punya radio atau tape sendiri, tidak boleh punya barang elektronik sendiri kecuali setrika.

Tapi sekali lagi...I can bare them...semuanya bisa dinikmati...terlebih kau tidak sendiri, punya banyak teman yang senasib tapi macam-macam.

Ada banyak alasan bagi para orangtua untuk memasukkan puteranya ke Gontor. Ada yang karena reputasi gontor dalam mendidik dan menghasilkan orang-orang besar, banyak karena para ayah sendiri adalah alumni Gontor yang pernah ditempa dengan pendidikannya yang sangat disiplin, banyak yang karena ingin meneruskan perjuangan Islam yang dirintis keluarga, dan banyak yang karena sudah tidak sanggup lagi mengontrol anaknya!

Bayangkan anak-anak laki-laki dari pelbagai latarbelakang dikumpulkan...makhluk-makhluk entah produsen atau produk testosteron berupaya 'dijinakkan', kerap terjadi pertikaian kecil, pemukulan, pencurian , kebandelan dan kenakalan khas remaja lainnya, tapi semuanya dikontrol dengan baik oleh sistem yang ada, juga oleh kepercayaan dan persahabatan yang terjalin secara alami...sense sama-sama menderita meningkatkan solidaritas kami.

Sebaik0baik teman adalah orang-orang yang ada saat engkau membutuhkan...dan orang-orang ini selalu ada dan saling ada untuk satu sama lainnya....

Dulu kalau saya dapet wesel dan ada teman yang minjam uang maka dengan mudahnya pasti saya berikan, tak jarang jumlah yang diminta tiga perempat atau seluruh jumlah wesel yang diterima..tapi dia mengalir begitu saja dengan rasa ikhlas, tak pusing untuk kembali karena meski sering kembali tapi kadang kurang atau lamaa sampai kembali...hal yang sama dilakukan dan akan dilakukan oleh teman-teman bila saya membutuhkan...kami berbagi lauk, orang-orang pelit adalah musuh komunitas, kami takkan segan membobol kotak orang-orang ynag menyembunyikan makanna untuk dimakan bersama, jadi berbagi atau bersiap-siap untuk di'masyarakatkan'.

Bagaimana sistem belajar?

Di tempat ini belajar tidak dimaknai sebagai upaya untuk mendapatkan ijasah tetapi jauh lebih substantif, untuk mendapat ilmu. Ini terlihat dari bagaimana proses penseleksian, dan penentuan kelas bagi para peserta didik. Mereka digolongkan berdasarkan kemampuan, hasil test masuk tidak berdasarkan umur, atau latar belakang pendidikan. Jangan kaget kalau kau menemukan dalam satu keals ada peserta didik dari lulusan sd bercampur dengan mereka yang dari lulusan smp, lulusan sma, bahkan lulusan perguruan tinggi sekuler.

Saya sekelas dengan banyak lulusan sd, tiga orang lulusan smp, dan satu orang lulusan SMA. Ada kenangan yang cukup istimewa di kelas ini, yaitu saat kami menjuarai kompetisi basket antar kelas yang diadakan di tengah semester mengisi liburan. Di pondok pesntren ini jiwa kompetisi sedemikian tinggi. Kami yang dikelas persiapan seluruhnya bercita-cita untuk masuk dan lulus di Gontor I, waktu itu Gontor sudah punya enam cabang, yang terakhir di Banyuwangi...kabarnya sekarang sudah ada lebih banyak cabang-cabang baru.

Akan menjadi kebanggaan luar biasa bisa lulus di gontor satu. Terlebih kalau kau mendapt kelas elit di kelas B atau C, di sini sekali lagi pembagian kelas diurut berdasrkan hasil test masuk. (Saya Alhamdulillah kemudian diterima di kelas I Intensif C, yang kemudian berhubung tiga orang di kelas I Intensif B tidak mendaftar ulang ikut dipromosikan bersama, kalau tidak salah saudara seperjuangan saya, Gus Haman Yusron, :) )

Singkat cerita saya sangat mencintai tempat ini, menghormatinya sebagai institusi pendidik yang mandiri dan bahkan terbaik untuk kategori kemandirian ini...

Lantas mengapa harus pergi? Tak banyak atau lebih tepatnya barangkali tak ada jawabannya...

Hanya suatu ketika diri ini merasa ada sesuatu yang hilang...terjebak dalam rutinitas padat, kedisiplinan yang gagal saya maknai sebagai wasilah pembentukan diri...yang terjadi malah memaknainya sebagai sesuatu yang sekedar harus dipatuhi...maka ia menjadi hilang makna...Puncaknya adalah hari ituuuu....

Tunggu sebentar...ada hal yang harus diungkap...dorongan lain yang membuat aku memutuskan untuk pergi...karena dengannya semoga, rasa bersalah ini bisa lebih sedikit terkurangi.

Aku menjalani 'karier' yang mengagumkan di Gontor, prestasi belajarku lumayan, masuk 10 besar seangkatan (Kelas I intensif tahun 2000 kalau tidak salah terdiri dari kelas B hingga S, dengan rata-rata 20 orang) dengan rata 8,05. Menjuarai sejumlah lomba: juara 1 lomba pembawa pengumuman 3 bahasa se-Gontor 1, juara 3 lomba pidato bhsa Arab, juara 1 lomba pidato bhsa Inggris, Juara 1 lomba sandiwara bhsa Inggris antar Rayon. Juara 1 pasangan komentator sepakbola bhsa Inggris, untuk soal organisasi di rayon aku menjadi sekretaris...semua berjalan hampir sempurna hingga badai 'kekeringan' ruhiyah itu terjadi...miskin motivasi atau barangkali mati....

Yang menjadi penyesalan terbesar dalam hidup adalah ketika Saya, melalaikan tugassebagai sekretaris Rayon untuk membuat LPJ semester...semua berawal dari demotivasi yang terjadi, hingga banyak amanah yang tertunda,saat menyadari beban itu sudah di luar kuasa untuk ditanggung dan aku....lari....saya lupa sahabat rekan saya sesama sekretaris Rayon, yang jelas beliau satu konsul dengan saya. Semoga Allah memuliakan beliau dengan keimanan, ketakwaan dan kehidupan yang baik dunia akhirat.

Noda ketidakbertanggungjawaban itu masih menghantui hingga saat ini....secara psikologis begitu memukul, ada beban rasa bersalah yang terlalu besar, hingga membuat beberapa kali menemukan tantangan yang sama keberanian menyelesaikan masalah itu hilang....barangkali kasus OKK menjadi pengecualian, suatu resolusi kecil yang sekedar meluruhkan rasa bersalah itu sejenak...bahwa aku dengan kejujuran dan keberanian mengakui porsi kesalahanku....tapi itu tidak cukup untuk menghapus memori Gontor.

Seingatku malam itu kamis malam. JAdwal kami muhadhoroh (latihan pidato). SAat orang-orang bergegas menuju kelas-kelas muhadhoroh, aku berjalan ke arah sebaliknya...semua kuperhitungkan...kondisi itu saat pengawasan melemah...titik kelemahannya ada di baketram, tempat perceetakan, ironis memang karena justru di situ tempat wali kelasku tinggal dan mengabdi, ust. Saiful Mujib (apa mujab, takut ketukar sama teman sekelas yang kebetulan cuma beda vokal terakhir namanya dengan wali kelas kami). Jalanannya Gelap, membelah desa JEtis...begitu kelam karena perjalanan itu memang perjalanan terkelam dalam hidupku.

Aku mengendap-ngendap setengah tergesa, kekhawatiranku satu, jangan sampai ada senior jaga yang memergokiku...karena itu berarti pembotakan, memeprmalukan keluarga di depan umum, pengusiran!!! Aku brangkali sudah gila saat kabur, tapi tidak terlalu gila untuk berpikir tertangkap.

Butuh 2 kilo meter berjalan untuk bisa menemukan jalan raya...pukul 8 malam, keringatku tidak lagi dingin, dia membeku....buah kegelisahan mendalam, pertarungan rasa bersalah....aku kalap, gila....Saat mobil arah alun-alun akan melintas, tak perlu berpikir untuk menghentikannya dan ikut naik. semakin cepat aku meninggalkan area itu, semakin berhasil misi melarikan diri...

aku tiba di alun-alun pukul 1027 malam...ada beberapa senior yang aku yakini melintas, tapi syukurlah mereka tidak melihatku...butuh waktu lama untuk kemudian memutuskan bersembunyi di sebuah musholla, dan memtuskan menginap...bekal ku hanya kacang sukro...dan uang 150.000 rupiah. SElepas subuh rencanaku untuk menuju madiun dan pergi kembali ke jakarta

Begitu subuh tiba, setelah shalat yang tiada hadir Tuhan di dalamnya aku berangkat. bergegas...mobil Ponorogo -Madiun pertama yang kutemui langsung aku naiki....

SEtibanya di terminal antar propinsi madiun aku panik, terlalu banyak senior yang lalu lalang atau setidaknya itu menurutku , beberapa orang mengenakan seragam santri entah apakah mereka dari Gontor I atau dari pesantren lain...aku tak mau ambil resiko...

Kau tau di saat panik besar kemungkinan kau tertimpa kemalangan, pepatah sudah jatuh ketiban tangga tidak hadir sekedar mengisi kosa kata saja, tapi ia nyata, fenomena...

Menurutku para penipu adalah sebaik-baik manusia yang mampu membaca wajah, mereka seolah-olah tahu orang ganteng (peace ah ;p) mana yang sedang terjangkiti kegelisahan mendalam dan akan mudah untuk ditipu....'mau kemana dik?", "Bus Jakarta ada Pak?"...."oh ada dik...tiketnya 100.000 kelas bisnis."..."aku tak banyak bertanya dengan kecurigaanku pada banyaknya 'mata2' Gontor, aku tak ambil pusing berapa biaya yang aku harus keluarkan untuk secepatnya keluar dari Kota Madiun yang seolah-olah hari itu adalah neraka bagiku...

Sialnya ternyata orang itu penipu....bus yang dijanjikan tidak pernah ada...bahkan dia pun tidak terlihat lagi batang hidungnya saat waktu telah berlalu 4 jam setelah subuh tadi...Aku beruntung karena tiba-tiba ada bus ekonomi yang hendak berangkat...saat aku hendak naik aku tunjukkan karcis 'palsu' itu...teman, bahkan di saat hari terburukmu, Allah masih saja mencintaimu, dengan mempertemukanmu dengan orang-orang yang baik....Pak KErnet menyadarkanku bahwa aku telah ditipu mentah-mentah, tapi dia bersedia mengurangi harga untuk naik busnya menjadi 28ribu saja...Aku bersyukur...setidaknya aku bisa sampai lebak bulus...

PErjalananku tidak nyaman...aku tak bisa tertidur, barangkali hanya bisa bertahan tak sadarkan diri 3 x 30 menit sepanjang perjalaan...tiap kali bangun tubuhku berkeringat dingin....aku hanya berbekal pakaian yang kupakai dan sepatu kulit yang telah haus akibat kupakai bergegas, mengendap-ngendap, dan menghantam batu dan kerikil saat kegelapan melanda sepanjang Desa Jetis yang kulalui malam sebelumnya...tapi sakit itu tak kurasakan..setidaknya kegelisahan mengalahkan rasa sakit itu....

Aku merasa tak pantas hidup...bahkan sebelum melarikan diri aku telah mencoba untuk bunuh diri...lucu saat mengingatnya...meminum cairan sabun mandi adalah faforitku untuk beberapa hari...anehnya aku masih hidup, bahkan tidak merasa sakit apa-apa waktu itu....hingga memutuskan cara kedua: menubrukan kepalaku ke tembok jemuran belakang gedung rayon Alighar. Aku tidak melakukannya untuk yang kedua kalinya...karena terlalu takut merasakan sakitnya....

Lebak Bulus...di hari itu...pukul 15.00......jam pulang sekolah, maka banyak murid-murid SMP dan SMA yang berseliweran membanjiri terminal antarkota sekaligus dalam kota tersebut.......Aku merasakan seolah-olah semua orang memandang kepadaku...remaja tanggung berseragam putih-putih yang kini dekil...belum lagi dengan ekspresi gelisah yang tercermin....

Lima ratus rupiah saja uangku yang tersisa....karena selama transit aku harus makan dan minum...Al hasil aku memutuskan untuk berjalan...kuatkah...ingatanku mundur ke belakang, saat aku berjalan jauh bersama teman-teman sd, atau saat berjalan seorang diri dari Sudimara Barat menuju Pondok BEtung melalui JOmbang, umurku 8 tahun waktu itu...aku sanggup berjalan jauh....sewaktu umroh terakhirpun (lihat pejalan tangguh III) aku bisa.

Aku memulai dengan satu langkah gontai...temanku hanya kerikil yang tiap satunya aku tatapi, dan entah mengapa seolah-olah mereka adalah butiran-butiran pasir yang mengisi punukku ttiap kali kulewati, hingga berat terasa perjalanan ini....

Puncaknya, aku teringat ketika pertama kali mengajukan kepada orang tuaku untuk meneruskan studi ke Gontor, yaaa aku sendiri yang membuat pilihan itu...Kemudian teringat masa-masa 'penyesuaian' di Gontor II yang begitu berat...izinkan aku bertanya, bagaimana perasaanmu jika kau menghancurkan sesuatu yang kau buat dengan bersusah payah, kau buat atas sebuah impian besar dan kau berhasil menapaki setengahnya tapi kau runtuhkan anak tangga berikutnya? Oleh dirimu sendiri?

Yang aku tak kuasa menahannya adalah saat terbayang wajah-wajah yang memberiku restu, dan pada mata mereka tersimpan kepercayaan , bahwa aku kelak akan menjadi orang yang bisa memenuhi harapan mereka....Aku terbentuk dalam lingkungan orang-orang yang membangung harapan besar tidak hanya untuk diri dan keluargaku tapi juga bangsaku...

barangkali lebih dari 10 km jarak itu hingga sampai di depan rumah bernomor B-10 sebuah perumahan departemen luar negeri di pondok betung...aku buka pintu dan salam, Ibuku terkejut dan tak kubiarkan dia sempat berpikir dengan menghambur dan memeluknya dan memecah tangis....aku menangis dengan penuh penyesalan, pada tubuh harum perempuan ini ada prasasti pengorbanan yang tulus, untuk bisa mendukung studiku...ada jejak-jejak puasa panjang dan upaya keras untuk mewujudkan impianku, apalagi ayahku? Aku tak punya muka untuk sekedar melihat wajah Abi.....

dua atau mungkin tiga bulan dari peristiwa itu, aku mengalami masa-masa depresi...malam-malamku selalu basah dengan peluh dingin...dihantui perasaan bersalah...Dia seolah-olah mengutukmu...saat orang-orang bercakap-cakap di sekitarmu kau merasa meraka menggunjingkanmu, lemparan pandangan mereka seolah-olah mata elang yang mengintai dan mengusikmu....

HIngga Dia yang maha Rahman membangkitkanku...di sepertiga malam...ya pasti demikian...jika tidak atas petunjuk-Nya aku barangkali tidak akan bangkit malam itu, dan berkata: CUKUP...aku harus meneruskan hidupku...aku berwudhu tapi saat sajadah sudah terbentang dan sempurnalah diri takbiratul ihramku...belum tuntas Bismillah kuucap tak kuasa kulanjutkan aku terpuruk dalam tangis...butuh waktu untuk membiarkannya reda, tapi aku taksanggup bangkit kedua kalinya. Ada Al-Quran terjemahan Depag di dekatku...kubuka sembarang saja...aku baca beberapa ayat hingga 'obat' itu Dia kirimkan..."apa yang baik bagimu belum tentu baik di sisi Allah, tetapi apa y ang baik bagi Allah tentu baik bagimu..."(al-Baqarah 216). Ayat ini begitu membebaskanku malam itu...dua hari sebelum akhirnya orangtuaku mendaftarkanku di tempat kebangkitanku.

"bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim lalu Ia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yagn bingung, lalu Dia memberikan petunjuk? Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu DIa memberikan kecukupan? Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta janganlah engkau menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan/bersyukur." (Q.S. Ad Duha 6-11)

Robbi asykuruk...

Duhai Umar, nikmat Allah mana lagi yang hendak Kau dustakan?

Pejalan Tangguh I

Segala puji bagi Allah yang Maha Berkehendak, Maha Menciptakan, yang atas kehendak-Nya hamba diberikan sepasang kaki yang sempurna dan kuat .....

Saya khawatir kalau judul pejalan tangguh itu tidak sesuai dengan kaedah Bahasa Indonesia, berhubung nilai mata pelajaran Saya tidak terlalu istimewa untuk pelajaran ini. Sepanjang ingatan Saya , Nilai Ebtanas Murni SMP untuk Bahasa Indonesia yang Saya capai hanya 6,69. Angka yang terbalik Saya dapat untuk Bahasa Inggris. Saya minta teman-teman memaklumi, yang Saya maksud dengan judul tersebut adalah keinginan untuk menggambarkan sosok pribadi yang doyan jalan, jalan kaki. Apa awalan Pe- bisa menjadi 'orang yang suka', entah Saya butuh masukan dari kawan-kawan yang lebih ahli. Oh iya jangan gusar kalau saya sering mengganti penggunaan kata ganti subyek dengan Saya kadang Aku, kadang I atau malah GUe, kesanlh yang ingin saya tonjolkan, sebisa mungkin suasana akrab yang melibatkan emosi pembaca Saya coba tawarkan...butuh banyak kritikan juga neh dari teman-teman.

 Berjalan kaki itu menyenangkan, menyehatkan, I burn a lot of calories and fat when I am walking...Owh mungkin ini salah satu alasan kenapa berat badan Saya tak pernah naik. Damn, kalau kau tahu seberapa banyak Saya makan , you'll be wondering where do they go... heheh semoga ini nga bikin iri 'ibu-ibu' yang mudah gendut gara-gara nyemil...My tips: WALK!!
 
 Dengan banyak berjalan Saya memberikan banyak waktu bagi pikiran untuk berkontemplasi, memaknai beberapa kejadian yang dialami hari itu, atau kemarin, atau mencoba memprediksi, melukis dalam khayal apa yang mungkin terjadi...tapi sejujurnya porsi yang lebih besar adalah untuk menciptakan drama-drama dalam panggung benak khayali, read my other posts, you'll find that I am a person who love to talk to my self, freak....

Dengan berjalan juga Kita bisa menggapai mutiara hikmah kehidupan, melihat realita zaman kalabendu yang penuh ketidakadilan....Kau tahu di BIntaro sana rumah-rumah mewah tak sampai berjarak 100 meter dari rumah-rumah gubuk yang berlantai tanah, Kau tahu betapa kerasnya kehidupan yang dilalui oleh anak-anak jalanan, para pengemis, pengamen, gembel...kau tahu seberapa picik orang terbaik sekalipun mampu bertindak...Kau bisa merasakan kebaikan hati dari orang yang paling kau anggap hina...dan bisa merasakan kelicikan orang yang statusnya terlihat jauh lebih baik...Arungi kehidupan , tangkap ribuan makna dengan berjalan!

Dengan berjalan juga Kau dapat menemukan pengalaman menarik, lucu, menantang, atau membuat petualangan kecil.

Berikut adalah momen-momen perjalanan yang berkesan yang pernah Saya alami. Awalnya mau Saya urut berdasarkan usia, tapi agaknya kesan akan lebih saya utamakan dalam urutan jejak rekam petualangan, berjalan kaki. Semoga tidak kepanjangan....

Psr Rebo - Rempoa, Menjemput Cinta Berpulang Duka (Lucu)

Huahhahahhah, ini perjalanan yang paling berkesan...Banyak orang yang tidak percaya kalau jalan dari Pasar Rebo sampai Rempoa pernah Saya lalui dalam semalam, tepatnya 3 jam setengah mungkin. Menyusuri jalan tol, kemudian TB Simatupang, Lebak Bulus, Rempoa(Situ Gintung)...

Berawal dari keinginan untuk mengambil titipan barang, dari seorang teman yang sedemikian penting bagiku, begitu berarti, waktu itu, jauh sebelum I mendapatkan kesadaran akan arti cinta Dia Yang Maha Cemburu. Alhamdulilah, Hadaanallah. Barang itu harus Saya ambil di Bogor, Kampus IPB tepatnya. 

Nah dasar ABG SMA, modal nekat demi cinta, cuiiih, Astagfirullah. Punya uang nga seberapa, tapi sudah diperkirakan cukup untuk pulang pergi. Berangkatlah dengan tekad membara. Sesampainya disana ternyata agak mengecewakan karena barang itu tertinggal di Jakarta..wuek...kaciaan deh loh...


Tak bisa berlama-lama bertamu karena orang yang saya temui perempuan (kakak dari si penitip barang) dan itu perumahan para dosen, Saya pun tak ingin pulang terlampau larut, di luar mendung terlihat menyeramkan. Hal yang pasti biasa bagi penduduk sana. 


Pulang mulai berhitung dengan ongkos, perkiraan meleset jauh karena ternyata untuk sampai tujuan perlu naik empat kali kendaraan umum, dengan ongkos yang besar, sedang uang yang tersisa hanya cukup untuk naik 2,5 kendaraan nah lo ngitungnya gimana?


 Starteginya? jalan.....Huauahhahaha..Lewilluyang cukup asri untuk ditelusuri, naasnya hujan besar menemani perjalanan. Bemodal tas gembol, dan jaket yang dikenakan menerabas hujan besar sepanjang jalan. SEdih? Ndak justru terasa menyenangkan....ini petualangan, akan menjadi sejarah hebat sekiranya berhasil sampai pulang, dan yaa ini momen yang layak diabadikan.


Ini tips bagi teman-teman yang kerap menghadapi kesulitan: ambil angle yang berbeda, ubah paradigmamu, cari angle yang positif, dan jadikan ia pendorong tekadmu, seperti I saat itu, kondisi yang miris, dengan sedikit perenungan, menjadikannya sebagai tantangan dan petualangan, maka semangat pun kembali dan mengalirkan energi berlimpah pada kedua kaki.


Hari mulai larut malam, dalam perjalanan, karena memang Saya memulai perjalanan ba'da maghrib, setelah sholat. Momen berkesan pertama yang muncul adalah saat di depan Saya bertemu dengan pedagang somay gerobak dorong, juga mencoba melawan 'badai', tapi lebih beruntung karena cukup terlindungi dengan atap gerobak dan payung yang dipasangkan di atasnya. Melihat agaknya cukup untuk dua, terbetik ide untuk membantu sekedar mendorong sambil numpang meneduh. Nah mulailah kusapa abang Somay, yang ternyata orang sunda...ya iya laah loe kan lagi di Bogor cing....


waah agak lupa apa yang saya bicarakan tapi seputar kehidupannya, seperti kapan mulai berdagang , berangkat jam berapa, pulang jam berapa, sudah berkeluargakah?, berapa pendapatan perhari? cukupkah untuk biaya hidup? dan lain-lain.....


Lupa juga jawabnya, tapi saya masih ingat kesan yang timbul....SALUT...yaaa seingat saya pendapatan beliau terhitung kecil dengan perbandingan orang yang mesti ditanggungnya, walau jumlah orangnya juga tak seberapa...tapi penghasilannya sehari lebih sedikit dari jatah bensin temen2 kuliah Saya .... bahkan tidak sampai dua kali lipat jatah makan 3 kali saya...tapi orang-orang seperti ini tetap berjuang untuk hidup, mereka tetap survive....Sebenarnya sedikit bersyukur ketika krisis 1997 Saya masih di Cairo dengan kelebihan nikmat yang Allah berikan untuk keluarga saat itu...setelah dipikir, apakah keluarga gue bisa survive sekiranya ada di dalam negeri?

Orang-orang kecil ini bisa survive....dan jumlah mereka banyak...Jadi ingat ungkapan beberapa sarjana yang bilang kalau orang indonesia itu paling jago berakrobat dalam hidup, saat berkali-kali BBM naik, masih saja ada yang selamat....himpitan ekonomi yang secara sistemik semakin menghimpit memaksa jutaan penduduk berakrobat...kini kondisinya hampir mencapai batas nalar .... tak jauh dari Jakarta, di Banten masyarakat mengkonsumsi nasi aking atau eceng gondok untuk survive...

Nah untuk kembali ke cerita ,singkat cerita nurani tersentuh, orang kecil yang berjuang untuk betahan hidup ini tidak kehilangan kemanusiaannya di tengah himpitan ekonomi yang sedemikian dahsayat, Saya tak yakin lebih banyak orang menengah atas mampu bertahan dengan tekanan hidup, banyak yang depresi, stress kena penyakit gara2 kondisi ekonomi....tapi orang ini masih mengizinkan saya orang asing, basah kuyup, untuk numpang berteduh dan jadi teman jalannya....nga ke bayang klo gue mlih hitch hiking...mana ada mobil pribadi mau berhenti,dan merelakan jok mobilnya lepek, nanti apek lagi.... (tapi itu bukan ukuran untuk menentukan kadar kemanusiaan orang kan cah? dasar....).


Cukup jauh berjalan bersama Si abang Somay sampai tiba saatnya bersimpang jalan. Berdasarkan strategi I harus jalan terus lebih jauh...tapi beberapa minibus yang lewat dengan tulisan Bogor- Lebak bulus, membuka jalan lain....a way to home...mom here I come...Setelah mengucapkan salam perpisahan dan doa serta sahlawat (yang dua ini dalam hati) untuk abang Somay, I bergegas menepi untuk menunggu bus selanjutnya yang lewat...tangan merogoh kantong...yang tersisa Rp 3.500 (tiga ribu lima ratus rupaiah saja)...waaah cukup tak yaaah.....


Sebuah bus melaju dan berhenti 3 meter di muka ...bergegas saya naik...wah nyaman rasanya setelah berkilometer jalan bisa duduk nyaman..... tapi tidak lama, karena mulai gelisah setelah naynya k epenumpang tetangga berapa ongkos yang dibuthkan , ternyata...Rp.6000 (enam ribu rupiah)...waduh ..start panicking.....pas knek menggemerincingkan tangan ke muka sisa uang seluruhnya Saya serahkan sambil bergumam , minta turun di jarak seharga uang yang dibayarkan...sang knek melirik sedikit bingung...sebenarnya I merasa klo dibujuk dan diceritakan kondisi sebenarnya sedikit saja, SAya bisa menghemat jarak jalan berkilo-kilometer, secara dari pasar rebo ke lebak bulus masih kudu lewatin condet, Tanjung Barat, Ragunan , Cipete...dan mulai memikirkan strategi pulang dari lebak Bulus ke rumah.

Tapi entah kenapa dengan bodohnya mengalah pada nurani yang mengatakan bung kau tak boleh zalim...uangmu hanya segitu maka jarak yang pantaslah yang kau dapatkan.....sob...sob..

Heit lagipula kalau pilihan ini tidak diambil, cerita ini akan berakhir lebih cepat, dan kesannya tidak lebih dalam...remember always catch a better angle...

Naaah berhenti deh di Pasar Rebo...Sebenarnya waktu awal naik tidak tahu jalur yang dilalui bus itu, tapi berhubung sudah berkali-kali lewat Pasar Rebo ketika malam pukul 1120 lewat daerah itu secara spontan berteriak minta bus untuk berhenti untuk kemudian turun....

Untuk berkata jujur, waktu itu berpikir Pasar Rebo Lebak Bulus itu dekat tidak terlalu jauh...tapi ternyata perasaan itu timbul karena biasanya naik ke tempat itu dengan kendaraan, naik tol pula....sumpah ternyata jauuuuuuuuuh banget cing! 


Nah berbekal perhitungan yang jauh keliru tentang jarak yang akan ditempuh, dan mereverse ingatan pada momen2 dimana jarak tak pernah menyurutkan semangat untuk terus berjalan, berlari, dan tetap tegar meniti tiap langkah...terus melangkah, satu dua tiga ayunan yang berarti satu dua langkah semakin mendekati tujuan...maka I tetap melangkah....


Ada beberapa kebiasaan yang tidak pernah lepas dari petualangan berjalan kaki, yang paling utama dan tidak mungkin ditinggalkan adalah menjaga 'komunikasi' dengan diri sendiri, selain sebagai media kontemplasi, muhasabah diri, ini juga metode paling ampuh untuk tetap menjaga motivasi, memanipulasi perasaan letih untuk tetap tangguh berjalan....Nah yang kedua adalah dengan bernyanyi dan hampir semua lagu adalah gubahan group musik KLA dalam kurun satu dekade pertama pengabdian mereka dalam dunia musik Indonesia, tembang -tembang hit seperti Yogyakarta, Terpuruk, SEmoga, Tak Bisa ke Lain Hati, Anak Dara, dan lagu-lagu lainnya adalah teman perjalanan yang kerap mengundang pelbagai kenangan di masa lampau, dan itu menyenangkan meski menghanyutkan....Untuk mengimbanginya beberapa hafalan Al-Quran menjadi menu utama, karena nyanyian kerap mengundang jerat-jerat setan atas hati yang mudah terlena...dan memang demikian....saat mencapai titik yang mencemaskan, seperti rasa rindu yang berlebihan misalnya...maka ingat Tuhan adalah metode terbaik untuk menyembuhkannya...Tak ada cinta di atas Laa Ilaa ha Illallaaah.....


Rangkaian tasbih, tahmid, takbir dan tahlil biasa terucap terutama ketika mempercepat langkah hingga berlari.... SElain bernilai ibadah dan mensucikan jiwa ini juga pengusir rasa takut akan gelapnya malam, gelapnya kehidupan...dulu I penakut banget, punya rasa takut berlebihan dengan makhluk halus, tapi sejak intens mengaji rasa takut justru lebih besar terhadap setan berbentuk manusia karena lebih nyata merusaknya...


Alhamdulillah tidak pernah merasa diganggu oleh makhluk halus selama dalam petualangan jalan kaki....nah baru pada petualangan ini I diganggu.......hi..hi...hiiiiii....
Untuk mempersingkat saya akan langsung ke poin ini, karena ini adalah momen paling berkesan setelah bertemu dengan bapak somay, dan banyak momen perenungan atas kondisi dunia saat ini, kotor, penuh ketidakadilan, bahkan langit seolah dan memang tak sebiru dulu..


Poin ini juga untuk menghilangkan ingatan betapa penatnya berjalan dalam gelap dan dingin yang menusuk..... Nah 'kejadian' ini terjadi ketika perjalanan mendekati 1/8 sisa perjalanan secara keseluruhan (Psr. Rebo -Rempoa) kira-kira di daerah Pondok Pinang, klo tidak salah, antara Garda Oto dan sebuah hotel, I lupa namanya, pokoknya di daerah deket rumah Sahid (baru bertemu satu tahun setelah petualangan ini terjadi sebagai teman satu angkatan di FHUI, ganteng dan kalem manis hihihih).....

SAya memilih sisi jalan sebelah kanan dari tol ini karena I harus memilih berjalan melawan arah arus mobil, hingga bisa mengantisipasi datangnya mobil dari depan dan terhindar dari resiko tabrakan, waktu itu sudah mendekati pagi hari sekitar pukul 2 malam (eits pagi deng)...mobil pun mulai sepi, lampu jalan banyak yang mati....gelap ....menyeramkan, hanya berbekal lampu sorot mobil yang jarang lewatlah Saya mendapat cahaya yang cukup untuk sedikit merasa tenang, tiap kali mobil lewat sudah dibelakang, rasa takut kembali mencengkeram...tiba-tiba.......mendekati sebuah halte tak terawat, gelaaap, gelaap sekali dan sepenglihatan ku nga ada orang....sunyi tak bersuara, bahkan jangkrik pun tak terdengar..... tasbih, tahmid, takbir dan tahlil dipercepat mengimbangi adrenalin yang mempercepat detakan jantung....sebuah mobil melaju dari kejauhan dengan kecepatan sedang....belum cukup cahayanya menerangi halte, tapi langkah sudah tinggal satu meter lagi dari halte..

.tiba-tiba saat cahaya mulai menerangi halte....jantung seolah-olah mau meledak....ada kepala berukuran sangat besar, sinar kuning sorot lampu menunjukkan warnanya merah kekuningan seperti api yang menyalaa..Saya tak pernah bertemu kuntilanak atau genderuwo, tapi dua makhluk itu yang langsung terbetik dalam pikiran. Dalam hitungan detik jurus kaki seribu langusng beraksi, ngibriiiiit terus berlari kedepan (which ini pilihan terbaik yang berarti semakin mendekati jarak pulaaang)....

Nah lari semakin dipercepat, bahkan bisa dikatakan sebagai lari jenis tunggang langgang, ketika dari kepala itu keluar suara menakutkan......"hooooi cowok jangan lariii gueee kejar loeee...." (suara bencong)...

Mana yang lebih kau takuti?...bertemu makhluk halus jenis gandaruwo , n kuntilanak atau ketangkep bencong yang sedang bertugas? Saya lebh takut yangg keduaaaaa jadi ngbriiit sejadi-jadinya....huahahahahaha.....

Coba sedikit kita replay, jadi yang awalnya lari karena takut ketemu dedemit n keluarganya yang funky2 n sering masuk layar lebar , jadi semakin cepat ketika menyadari yang ditemui adalah makhluk yang jauh lebih berbahaya dari makhluk halusss....setan masih mudah diusir dengan doa-doa, tapi klo ketangkep bencong...wah bisa hilang keperjakaan..kikikkikiki......

Setelah lima ratus meter jauhnya dari lokasi kejadian sempat berhenti untuk mengatur nafas, untuk kemudian tertawa sejadi-jadinya mensyukuri dan menginsyafi diri ini selamat dari pengalaman yang mungkiiin jauh lebih buruuuuk, paling buruuuk, teramat sangaaat burruuuuuuuuk...hiiiiiiiiiii....mengerikan.....bahkan sampai saat menceritakan kisah ini ..bulu kuduk masih merinding, godek..gedek-gedek....


haaaa perjalanan akhirnya mendekati akhir, ketika lebak bulus sudah terlihat di depan mataa...tadinya mau ngambil jalan tembusan lewat pondok pinang ke gang sawo rempoa, tapi setalah berpikir daerah itu sarang preman akhirnya memilih jalur ciputat Raya ke arah Universitas Muhammadiyah hingga Gintung....Sebenarnya rumah saudara ada dekat Gintung di rempoa sana...tapi karena besok atau pagi itu hari sekolah I harus pulang...akhirnya ketika masih di jalan Rempoa depan gang rumah saudara, I memutuskan untuk teruss berjalan...tapi sudah tidak kuat, apalagi hawa subuh yang jauh lebih dingin sudah turun, kening sduah sampai berembun....kaki sudah bergetar hebat.....apalagi kalau menekukkan lutut sedikit saja.....

Terlintas untuk mencari tumpangan jadi menepi ke pinggir jalan untuk mencari tumpangan, Alhamdulillah tak sampai 10 menit menunggu ada mobil pick up terbuka yang lewat dan sudi untuk ditumpangi....ini juga teramat berkesan bayangkan setelah berjalan sedikit jaaauuh (bodoh jaaauuuuuh banget norak jangan sok deh loe) pertolongan Allah datang, karena ketika sang supir bertanya (dia bersama seorang rekannya duduk di depan) ke mana tujuan sya, SAya jawab Bintaro...kebetulan, mereka pun ingin ke Bintaro tepatnya lewat setelah untuk kedua kalinya kebetulan mereka memiliki tujuan ke arah jurang mangu...yang berart lewat Ramayana dan pintu depan komplek Deplu 76....huaaa tak terkira betapa senangnyaaa....begitu melompat turuuun.....rasa senang tak terkira menjadi gelora semangat yang menghilangkan segala kepenatan....dengan kecepatan lari yang m\hampir melebih ketika ngibriiiit I berlari dari depan ke rumah jaraknya kira2 200 meter laah dari atas ke bawah belok ke jalan melati ke rumah no 10 di blok b tersebut (gmana sekarang yaaah rumah itu, sudah hampir satu tahun tak berkunjung ke rumah yang dua tahun lalu sudah dijual)....

sampai lah di rumah, tiga puluh menit dari azan subuh yang kelak berkumandang, saat belum lengkap rakaat kedua dari Isyaaku yang 'kepagian', penghuni rumah sedang terjaga ketika I mengetuk pintu, bundaa yang membuka pintuuuu....langsung ku sambarr dan kucium pipi bundaaa...kemudian sambil bersemangat bercerita riang tentang pengalaman semalam...eh sepagian tadi, Abi , kakakku Yusuf dan Adikku Isna datang mendengarkan...

Diakhir cerita mama bilang dengan nada heraaannn campur geli "yaa ammpunnn kenapa nga naek taksi trus bayar di sini?" gonjreng----gonjrengggg huaaaaaaaa........opsi ini tak terlintas sedikit pun dalam bayangan.......kan jadi nga perlu jalan 'segitu' capeknya.....pertanyaan itu justru mengundang reaksi tertawa sekeras-kerasnya menertawai 'kebodohan' untuk memilih berpetualang, tapi setelah berpikir sejenak, keseluruhan petualangan tadi sangaat menyenangkan, lagi pula tak terbayang berapa harga yang harus dibayar oleh Abi untuk ongkos taksi dari lewiluyang ke rumahhh...tak....tak ....sejak dulu hati ini tak pernaaah merasa tenang kalau harus bahkan sedikit membebani keluarga...bahkan dulu waktu di Mesir sekalipun I lebih memilih untuk memakai sepatu sampai butut ketimbang merengek minta beli sepatu baru...tidak! beban orang tua terlalu besar dengan banyak anak...biarlah ini menjadi amalan untuk alokasi lainnnya...


Untuk Abi dan Ummi...anak kesayanganmu ini (setelah Isna) tak pernah tega melihat kegetiran hidup yang harus dialami!

NExt on Pejalan Tangguh II: PErjalanan Terburam dalam Hidup!