Monday 19 April 2010

Menimbang Perampingan Penyidik

Menimbang Perampingan Penyidik

Oleh: Umar Badarsyah, peneliti INSURE

Rabu, 10 Maret 2010

Perampingan lembaga penyidik beberapa waktu lalu diwacanakan oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie. Ia melihat potensi tumpang tindih dalam penyidikan sangat besar, melihat bahwa saat ini, menurutnya terdapat 55 lembaga yang memiliki kewenangan penyidikan.Wacana itu mendapat dukungan dari Ketua MK Mahfud MD yang juga mengakui adanya tumpang tindih dalam penyidikan. Wacana itu bahkan diamini oleh Kabareskrim Ito Sumardi, yang melihat fenomena penyidik PNS kerap kali tidak berkoordinasi dengan penyidik kepolisian.

Sebenarnya banyaknya lembaga yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan terjadi berdasarkan peraturan perundang-undangan. UU No. 8 tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 6 ayat 1 menentukan penyidik adalah penyidik pejabat kepolisian dan penyidik PNS yang ditentukan berdasarkan undang-undang. Keberadaan pasal ini kemudian menjadi dasar hukum bagi pembentukan lembaga-lembaga penyidik pejabat PNS (PPNS) sesuai dengan UU sektoral masing-masing. PPNS Bea dan Cukai, PPNS Perikanan, Penyidik Angkatan Laut dan penyidik-penyidik lainnya memiliki dasar pembentukan hukum yang sah.

Keberadaan penyidik PNS ini juga memiliki landasan sosiologis, jika kita merujuk pada semakin berkembangnya bentuk kejahatan dan pelanggaran sektoral. Perkembangan ini jelas membutuhkan penyidik spesifik yang memahami benar seluk beluk peraturan perundang-undangan dan bentuk tindakan kriminal dalam wilayah kerja yang spesifik. Hal mana yang akan sangat sulit dilakukan jika banyaknya permasalahan sektoral ini diserahkan tunggal kepada penyidik kepolisian dengan pola pendidikan kepenyidikan umum yang mereka dapatkan.

Masalah sebenarnya lebih pada persoalan lemahnya koordinasi dan peraturan perundang-undangan yang melangkahi KUHAP.  Persoalan koordinasi antar penyidik pejabat kepolisian dan PPNS telah diatur dalam pasal 107 KUHAP, di mana ditentukan bahwa dalam melaksanakan penyidikan penyidik PNS berada dalam koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian, bahkan proses penyerahan berkas perkara penyidikan kepada penuntut umum, berdasarkan ayat (3) dari pasal tersebut ditentukan harus melalui penyidik kepolisian.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis juga melihat masalah lemahnya koordinasi inilah yang menjadi persoalan. Perampingan tidak akan menjawab persoalan efektivitas penyidikan. Ia mengutarakan, dengan banyaknya penyidik saat ini saja belum banyak yang bisa diperbuat. Perampingan akan berakibat pada perluasan kewenangan bagi penyidik lainnya.

Lemahnya pengawasan dan koordinasi justru karena UU sektoral yang terkadang memberikan kewenangan yang melampaui pengaturan KUHAP. Hal mana yang diamini oleh Kabareskrim Ito Sumardi. RUU Keimigrasian sebagai contoh memasukkan usulan kewenangan penyidik imigrasi untuk langsung menyerahkan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum. Padahal sebagaimana dijelaskan berdasarkan KUHAP pelimpahan dilakukan melalui penyidik kepolisian.

Wacana perampingan juga perlu digarisbawahi dalam hal pemberantasan korupsi. Dengan UU 32/2002 tentang KPK, lembaga pemberantasan korupsi ini memiliki kewenangan penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan terkait pidana tindak korupsi. Apakah kemudian isu perampingan juga menyasar kepada KPK?

Tampaknya ada permasalahan lain yang harus lebih dulu dilakukan, yaitu pembenahan dan penguatan Kepolisian RI. KPK lahir dengan preposisi lembaga penegak hukum yang ada tidak berjalan efektif dalam memberantas korupsi. Boleh jadi selain masalah pelanggaran sektoral, banyaknya penyidik PNS terjadi karena Kepolisian belum mampu secara efektif menangani kejahatan dan pelanggaran yang terjadi.

Sejauh ini wacana perampingan penyidik mendapat reaksi positif dari DPR. Wakil Ketua Komisi III Azis Syamsuddin beberapa waktu lalu menyatakan pihaknya berencana membentuk panitia kerja untuk mengkaji perampingan penyidik ini. Jika panja ini jadi dibentuk, kita tentunya berharap pengkajian dilakukan secara mendalam dan holistik untuk dapat merumuskan kebijakan terbaik soal ini.

Fiat justitia pereat mundus

No comments:

Post a Comment