Sunday 3 February 2008

Train and Journey of My Soul

Seorang pgnlaju baru KRL ekonomi ...

TRaiN anD JoURnEY  of My  Soul

wouaaaaaaaahhhh.....dam*#@, f@c$, brengs3%, Bdebah busuuuuuuuuuukkkkkkkkk ( I should censore
this one,sorry)................

Kenapa kita harus pindah ke tempat entah dimananya Jakarta klo dipeta....owhhh maaf , ini bukan jakarta ini BOGOR.....no offense! gue nga bermaksud menghina temen2 yang tinggal di Bogor trust me, I am now loving to live in the area, but this is for the sake of the story......lagian gue nga di Bogor Kota tapi di pinggirannya in a place named Tajurhalang, an area which previously part of Bojonggede...

u know why I am so pissed off? nga ada KEHIDUPAN  in my new place! bahkan angkot terbatas cuman sampe jam 8 malem, nga ada tempat hiburan, mall, tempat jajanan, akses internet, rental komputer, mau kemana2 susah jaaauuuuuuuuuhhhhh... bayangin untuk bisa nyampe ke rumah dari Kampus kudu naek kereta Ekonomi, bejubel-jubel, jalur alternatif angkot? ada tapi kudu naek minimal tiga kali angkot which cost a lot of money, and which berhubung ekonomi pas-pasan, is defenitely not a choice!... jangan berpikir begitu masuk stasiun bojonggede u sudah nyampe ke rumah I punya, nga! kudu naek angkot lagi...117....dan jaraknya jaaaauuuuuuuhhhh, bayangin untuk nyampe ke sana kudu ngelewatin dua setu....
belum selesai, begitu sampe di rumah, dengan segala keterbatasan yang disebutkan di atas, you won't find any choice of activities selain nonton tv, makan , tidur... tolong dipahami that our family are just moving, blom kenal tetangga-tetangga, datang dengan budaya yang sedikit berbeda, meski naturanya kami orang desa, dan terdidik dengan kesederhanaan serta kegetiran hidup, tapi tetap saja shock culture menyerang, setidaknya pada diri gue...
Imagine, kau harus meninggalkan banyak teman yang grown up together, maen basket bareng, ngaktifin masjid bareng, kadi panitia tujuhbelasan bareng, nongkrong2 bareng....dan bayangkan kau juga harus berpisah dari tempat strategis yang punya akses hampir segalanya di pinggiran Bintaro, mau mall ada bintaro plaza, mau berenang bisa pilih mau ke mana, mau ke jakarta sangat mudah, ciledug, tangerang, ada di belakang (Pondok Betung masuk wilayah Tangerang)... mau nyari rental rumah tinggal jalan ke STAN, nga literally jalan sih tapi cukup sekali naek angkot dalam waktu lima menit nyampe...mau lari pagi di hari minggu, youll find alot of people running antara Deplu 76, 74, kavling ampe Deplu Kreo, most of them are familiar faces... nah ini yang paling penting buat gue, mau maen basket tinggal jalan ke Chenshe, bareng temen2 komplek and anak2 club lain, bisa sepuas2nya maen, sparing ooowwwwwwwhhhh you know the FEEL when you're sweating on the court!
MEski suka banjir, but Komplek Deplu 76 is surely a damn nice place to stay (ditambah letak rumah dulu di jalan mawar blok b-10 agak ataasan dikit nga sama sekali kena itu banjir), letaknya strategis and whole things that you need as growing youngster as also as a college student, exist!
NOw here I am standing, and swearing for just the second train i missed, bukan karena telat, tapi karena terlalu penuh untuk dinaiki, and guest what : I am late for a class...Hukum Antar Tata Hukum, a hell one indeed, dan ini akan jadi keempat kalinya bolos, meski ini yang kedua dengan alasan KRL...
Timbul kemarahan yang teramat sangat dalam dada, begitu bergemuruh dalam pekat teriakan batin, merutuk, sumpah serapah, dan dengan tega serta nistanya bayangan seorang laki-laki dihadirkan, untuk memvisualisasikan sosok yang 'patut' dipersalahkan, sebuah viktimisasi...
Ini semua gara-gara Abi, ngapain harus ngejual rumah trus beli rumah sempit diujung antah berantah...klo alasannya untuk bayar utang, lebih ngirit, ngapain pake beli mobil segala...utang yang lebih gede jadi nga kebayar kan? I don't know how the way he thinks...meski tak diperlihatkan, semua anggota keluarga lain nga setuju, bahkan mama sempat kupergoki menangis dalam sholat malamnya (Ibuku Insya Allah calon penghuni surga, tiap malamnya dihidupkan dengan sholat malam, klo siang bunda sukanya ngemil, tidur-tiduran klo lagi nga kerja..luv you mum!)...stress... Isna harus sekolah di SMA yang nga tau gimana reputasinya, dengan semua bakat yang dia punya, akan tersia-siakan.....but we must face it, hey sedemokratisnya keluarga ku tetap saja ini keluarga patriarkal, dimana keras kepalanya seorang ayah harus diterima dengan kepatuhan oleh anggota lainnya, don't be mislead, I love my father and I almost idolize him, tapi nga menutup penilaian objektif bahwa ada kelemahan padanya...
'waduh udah jam 830 neeh, semoga kereta selanjutnya nga lama nunggunya!", tiba-tiba suara wanita paruh baya memotong lamunan penuh amarah yang nyaris berbuah teriakan. Saat tersadar, suara yang datang dari seorang ibu berpakaian dinas PNS menghadirkan realitas kehidupan yang dijalani ribuan orang sehari-hari. Saat mendongakkan kepala dan mengarahkannya ke kiri dan ke kanan stasiun bojonggede, nurani ini menegur, "hei Bung bukan kau sendiri yang sedang menunggu KRL!", ya Saya tidak sendirian, ada serombongan siswi smp yang terlihat tegang menunggu kereta, para pedagang kaki dua (asongan), para pegawai kantoran, bapak2, ibu2 , kakek2, nenek2, yang tiap hari bergantung terhadap KRL untuk menuju tempat kerja, sekolah, kampus atau tempat mengadu nasib lainnya, atau kereta itu sendiri?

Mereka pasti juga mengeluh, mengaduh, merutuk...untuk kesekian kalinya, yang bisa jadi dengan frekuensi yang lebih dari saya...ckk...ada perasaan lain yang mulai timbul di antara amarah yang mulai mereda...perasaan iba...sedemikian banyak manusia yang bergantung pada krl, dengan pelayanan yang ..... juah dari memuaskan, harus berdesak-desakkan, kalaupun mau tidak berdesak-desakan atau sekedar mendapat tempat duduk, pilihannya hanya berangkat pagi-pagi buta atau terlambat sekalian!

Ribuan orang ini, tidak merasakan kenyamanan jok mobil dengan pendingin ruangan, yang dengannya meski macet sekalipun, sengatan matahari, kepengapan dan kepenatan takkan mereka rasakan (ini tentunya tidak termasuk kemacetan yang bikin frustasi), mereka berebutan, berdesakan,merasakan jepitan, kecopetan, dilecehkan, dibuat kesal menunggu, dibuat terlambat datang ke kantor, kampus, sekolah, TIAP HARI..

Rutukan...kali ini pemerintah yang jadi sumber amarah...kapan orang-orang ini akan mendapatkan krl dengan jadwal yang rapi? armada yang mencukupi? gerbong-gerbong yang nyaman? keamanan yang terjaga?

Yaa, aku tidak sendirian, kini aku bagian dari mereka dengan kesehari-hariannya..

Ah, KRL datang! syukurnya dapat tempat duduk. Ada empat stasiun untuk sampai UI, lima kalau memilih turun di Stasiun UI, tapi tujuanku hari itu Pondok Cina setelah memutuskan untuk pergi ke Masjid Ukhuwah Islamiyah alih-alih nekad memasang muka badak dan masuk kelas HATAH yang sudah pasti resikonya: diUSIR!

KRL itu tidak terlalu penuh...tapi tidak lantas menjadikan realitas hidup yang dihidangkannya lebih indah, sebaliknya...beberapa kali pengamen bergiliran menyusur gerbong yang aku duduki, dari mulai sekelompok pemuda, tunanetra, sampai ibu yang menggendong anaknya dan menuntun putrinya meminta belaskasihan para penumpang , dan ini mengerikan seorang lelaki dengan penuh luka dan nanah pada kedua kakinya, maaf saya ralat sebelah kakinya! ....Ya Bapak PResiden, ini kenyataannya....saat pembangunan hanya diukur dari prosentasi kemajuan ekonomi, kesejahteraan rakyat tak tersentuh kue pembangunan, yang ada adalah konglomerasi...jarak antara si kaya dan si miskin melebar....saat kue pembangunan dinikmati oleh segelintir orang, jutaan lainnya bertarung dengan nasib mereka, atau bahkan berjuang mempertahankan hidupnya, seperti di sini, dalam KRL ini!

trickle down effect? Ia hanya bualan ahli ekonomi penganut liberalisme untuk memberikan pembenaran akademik atas model pembangunan konservatif yang melenggangkan kolonialisme tanpa koloni, imperialisme tanpa boundary... karena di sini, wajah kemiskinan begitu mencolok ...

samar-samar obrolan keresahan atas kenaikan BBM terdengar di sana-sini. Seorang Ibu mengungkapkan ekspresi kebingungannya saat bercerita tentang tiga anaknya yang masih sekolah,seraya mengekspresikan kekhawatirannya bahwa sangat mungkin satu diantara mereka terancam putus sekolah sebagaimana beberapa anak tetangganya...

Anak-anak pengamen ini...pembersih gerbong ini...pedagang kecil asongan ini...mereka, tidak lagi bersekolah, bahkan tak lagi berharap bisa sekolah karena untuk bisa hidup sekolah bukan pilihan, sekolah tidak mendatangkan uang sebaliknya harus keluar uang, yang mana.....tidak mereka punya....sekolah gratis, beberapa tangan yang peduli memang mendirikan sanggar dan sekolah jalanan...tapi itu bukan pilihan saat mereka dihadapkan pada pilihan waktu memanen uang yang terpotong untuk belajar........

biarlah mereka kan miskin....orang miskin dilarang sekolah di negeri ini! Kejam... miris...ini kenyataan hidup...dan apa yang kau rasakan kalau kenyataan hidup yang pahit ini diucapkan dengan ringan oleh pejabat kampus tingkat fakultas di tempatmu kuliah? KEGERAMAN, AMARAH, ingin rasanya meninju orang itu, terkutuk...untunglah ia bukan pejabat penting, meski bisa jadi ke depan dengan posisinya saat ini bisa jadi ia akan menduduki jabatan penting, tapi sakit hati ini melahirkan doa, semoga ia diberi jalan kesuksesan lain, tidak di sini, di tempat di mana akses masuk mahasiswa bisa diaturnya!

maaf paragraf tadi cuma intermezo...

Saat nuansa keprihatinan menyelimuti seluruh jiwa dan raga kecil yang terduduk pada salah satu sudut gerbong KRL ini, tanpa sadar air mata mengalir...

kuambil karcis dari saku kananku, salah satu sisinya nampak dan kubaca, bojonggede-pasarminggu, Rp 1.500,-. KELAS EKONOMI...

Entah kenapa saat membaca kalimat tersebut sosok pria Yahudi dengan mantel hitam dan kemeja lusuhnya, dengan jenggot panjang dan wajah yang sama lusuh dengan pakaiannya hadir dalam lamunan, KArl  Marx.

Perlukah  ada revolusi Karl?  Perlukah  kami merebut  secara paksa  apa  yang ada  pada saudar-saudara kami yang the have apa yang mungkin seharusnya milik kami? perlukah ada pertentangan kelas? perebutan alat produksi? pembentukan kekuasaan proletariat tunggal?

Tiba-tiba ada perasaan jijik pada diri sendiri, umpatan, dan amarah tidak lagi ditujukan pada diri orang lain, atau pihak ketiga di luar siempunya cerita... ya ada kemarahan dan kejijikan terhadap diri sendiri...pada diri yang untuk sejenak lalu merasa tidak layak untuk berada di antara orang-orang ini, pada diri yang puas pada ke-elit-an yang pernah dirasakan, pada diri yang merasa tidak pantas berada di antara realitas kemiskinan.

Kini apa artinya rumah besar dengan lima kamar, di sebuah perumahan menengah atas, dengan akses strategis, berada di tengah-tengah lingkungan elit, dengan tawaran kesenangan yang berlimpah, saat di jarak lainnya jutaan orang lain berada dalam kemiskinan, himpitan hidup, ketidaksamaan kesempatan...

Rumah kecil bersahaja dengan dua kamar dan satu kamar tambahan, udara yang segar, lingkungan yang ramah di tengah kampung tanpa akses mewah agaknya bukan pilihan buruk... it even seems better!

Kubiarkan tangisku tergugu...malu? Tidak! bisa jadi orang-orang disekitar melihatku dengan ekpresi keheranan, entah aku tidak mendongakkan kepala untuk melihatnya...tapi tangisan ini adalah tanda kerelaan, keikhlasan, untuk menjadi bagian dari mereka, untuk bergabung dalam barisan perjuangan mereka, perjuangan untuk hidup dan kehidupan!

Tangisku semakin meledak, saat, kembali... sosok Abi hadir...ada perasaan bersalah, atas rutukan dan umpatan yang baru sejam lalu terungkapkan, meski hanya dalam hati ini...apa hakku untuk berbuat demikian!...ini adalah keputusan yang harus ditanggung bersama karena penyebabnya pun atas andil bersama, atas hidup yang terlalu besar bebannya, untuk semua ongkos pendidikan, ongkos makanan, ongkos jajan, ongkos kegiatan konsumtif keluarga lainnya, ongkos operasi teh Iin, ongkos berobat mama, nikahan A Husein dan Teh Iin, ongkos kuliahku! Beban hutang luar negeri yang dibebankan pada keluarga ini melalui kenaikan pajak, kenaikan BBM, kenaikan ongkos pendidikan, kenaikan bahan pangan...yahhh, ini adalah pilihan rasional!

Terima ksih papa, Abi...seharusnya itu yang terucap bukan umpatan...terima kasih karena sudah memperkenalkan realitas ini lebih dini...terima kasih untuk secara tidak sadar membangunkan semangat perjuangan dan perlawanan dalam diri putera tercintamu ini...Abi kepal tanganku ini mengandung sumpah...bahwa puteramu akan berjuang sekuat ia bisa, untuk hidupnya, hidup kedua orang tuanya, keluarganya, umatnya...berjuang untuk keadilan...berjuang demi keridoan Rabb-nya...Abi doakan semoga Allah memberikan kekuatan pada kepalan puteramu, agar dengannya ketidakadilan hidup akan diluluhlanttakkan..Abi doakan  agar kepalan kecil ini dipertemukan dengan jutaan kepalan putera-puteri lainnya, hingga dengan tangan bergandengan, bersama-sama keadilan diwujudkan.

Abi, asykuruk...ya Rabbi irham abii wa ummi, robbigfilrlii waliwalidayaa warhamhuma kama rabbayani shagira.

Allahumma Amiin

Allahumma Amiin

SAat turun dari KRL di stasiun Pondok Cina, Umar yang baru terlahir, dengan pandangan barunya terhadap dunia.

End

Catatan tambahan: akibat belum membiasakan diri dengan jadwal KRL, ketidakdisiplinan menjaga waktu, pada semester itu penulis mendpatakan nilai D untuk HPi, dan Hapid, untuk HATAH harus sujud syukur untuk sekedar dapet nilai C.. tampaknya tekad itu harus juga disalurkan untuk maslaah akademik! heheh