Monday 2 November 2009

Ujung Kontroversi Cicak vs. Buaya: Reformasi Kepolisian?

Ulasan Hukum:

Ujung Kontroversi Cicak vs. Buaya: Reformasi Kepolisian?
Disusun Oleh : Umar Badarsyah

Hari ini, Selasa 3 November 2009 akan menjadi babak krusial dalam kisruh kasus penangkapan Chandra Hamzah (CH) dan Bibit Samad Riyanto (BSR). Ini dikarenakan dalam persidangan Mahkamah Konstitusi yang dijadwalkan berlangsung pukul 11.00 nanti, rekaman hasil sadapan akan diperdengarkan. Sidang itu sendiri sebenarnya berkenaan dengan pengajuan judicial review oleh CH dan BSR terhadap pasal 31 ayat (1) huruf C UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan KPK.

Di sisi lain, dalam upaya mencari kejelasan persoalan proses penegakan hukum penyidikan dan penangkapan atas CH dan BSH, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono akhirnya membentuk tim pencari fakta. Presiden Tim independen klarifikasi fakta dan proses hukum itu dipimpin pengacara senior Adnan Buyung Nasution, yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dengan wakil ketua Irjen (Purn) Koesparmono Irsan dan sekretaris tim Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana. Anggota tim terdiri dari lima orang, yakni Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, dan praktisi hukum Amir Syamsuddin.
Tim akan turut mengkaji isi rekaman pembicaraan yang mengindikasikan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap dua unsur pimpinan KPK.Sementara itu Amir Syamsuddin mengatakan, ada dua pandangan di dalam tim independen klarifikasi fakta. Pertama, apa pun yang terjadi, masalah yang melibatkan Bibit dan Chandra harus bergulir hingga pengadilan. Pendapat kedua, jika fakta yang diperoleh ternyata meragukan, perlu ditempuh mekanisme lain, seperti penerbitan surat perintah penghentian penyidikan.

Kepolisian sebagai institusi, terlepas bahwa terdapat indikasi oknum-oknumnya terlibat dalam dugaan proses kriminalisasi KPK, merupakan institusi yang paling terancam integritasnya. Kepolisian dihadapkan dengan arus dukungan kuat masyarakat terhadap KPK. Jika benar terjadi kriminalisasi terhadap KPK dalam proses hukum atas CH dan BSR, maka secara tak sadar kepolisian terkriminalisasi oleh masyarakat, trialed by community.

Rangkaian fakta kejanggalan proses hukum yang dilakukan terhadap CH dan BSR,serta adanya indikasi conflict of interest petinggi kepolisian, bertemu dengan memori masyarakat atas kekecewaan performa kepolisian secara umum, menemukan momentum. Terlebih saat KPK dianggap sebagai simbol pemberantasan korupsi yang memenuhi ekspektasi masyarakat. Ini mengakibatkan kepolisian sebagai institusi berada diujung tanduk.

Suara civil society menuntut reformasi kepolisian mulai muncul di masyarakat. Seperti tuntutan Dewan Muda Lintas Agama, salah satu anggotanya. Izul Muslimin meminta Presiden melakukan reformasi dijajaran Kapolri dan kejasaan Agung. Izul juga mewakili Pemuda Muhammadiyah menyerukan reformasi kepolisian. Pdt. Daniel Harahap juga ikut menyuarakan mengenai reformasi kepolisian.

Aktivis Indonesian Police Watch, Neta S Pane, mengaku yakin di dalam tubuh internal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sendiri sekarang telah terjadi perpecahan pendapat menyikapi penahanan Bibit dan Chandra. Banyak dari kalangan perwira Polri, menurut dia, tidak setuju terhadap penahanan tersebut karena diyakini hanya akan merusak berbagai upaya positif yang selama ini telah dicapai dalam upaya reformasi kepolisian. (Kompas,2/11/09)

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Edy Prasetyono,juga menilai sudah saatnya kalangan sipil mendorong upaya reformasi total terhadap Polri seperti juga selama ini telah dijalankan dengan baik oleh internal Tentara Nasional Indonesia, yang berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Menurutnya setidaknya ada dua cara bisa dilakukan, merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri atau bisa juga dengan segera memajukan dan membahas Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional. Dari salah satu upaya tersebut, kemudian bisa dibuatkan aturan yang menempatkan Polri di bawah institusi atau departemen sipil. Menurut Edy, Polri bisa ditempatkan di bawah departemen tertentu, entah itu Departemen Hukum dan HAM, Depdagri, atau dibuatkan departemen tersendiri. (Kompas,2/11/09)

Jika kemudian gelar rekaman hasil penyadapan menunjukkan indikasi kuat kriminalisasi KPK oleh oknum kepolisian, kemudian Tim Independen menindaklanjutinya, maka perlu ada upaya konkret menyelamatkan institusi kepolisian. Babak Cicak vs Buaya yang menguras energi bangsa ini, agaknya akan sia-sia jika tidak ditindaklanjuti dengan memperkuat lembaga kepolisian. Bagaimanapun, masyarakat sadar Kepolisian memegang peran teramat penting dalam upaya penegakan hukum nasional. Fiat Justitia Pereat Mundus



No comments:

Post a Comment