Friday 27 November 2009

Cahaya Bagi Semua Bangsa

Cahaya Bagi Semua Bangsa
Oleh Gilad Atzmon- London


Diterjemahkan oleh Umar Badarsyah

Terjemahan dari : As a Light Unto The Nations
Sumber : palestinechronicle.com

‘Israel adalah cahaya bagi bangsa-bangsa’ sabda Taurat. Tentu saja benar, tidak hanya karena Taurat lah yang mengatakan demikian. Bangsa Israel memang selalu di depan orang lain dalam banyak hal. Sebagai contoh, dalam menteror populasi sipil dan mempraktekkan beberapa taktik penghancuran mematikan terhadap orang-orang tua, perempuan dan anak-anak.

Jerussalem Post melaporkan kemarin bahwa Ketua Komite Militer NATO, Admiral Giampaolo Di Paola mengunjungi Israel awal pekan ini untuk mempelajari “Taktik dan metode Tentara Pertahanan Israel (IDF) yang bisa digunakan oleh aliansi militer tersebut untuk perang di Afghanistan.” Seorang petugas tentara pertahanan Israel menambahkan “satu hal yang ada dalam pikiran NATO hari in iadalah bagaimana untuk menang di Afghanistan…Di Paola sangat kagum terhadap IDF, yang (baginya) merupakan sumber informasi besar/penting karena pengalaman operasi kami.”

Saya hendak menyarankan baik pejabat Israel itu dan Admiral Di Paola untuk sedikit menahan antusiasme mereka. IDF tidak pernah memenangkan sebuah peperangan pun sejak 1967. Bahwa ya, Israel telah membunuh banyak penduduk sipil, Israel telah meratakan banyak kota, membuat jutaan orang kelaparan, dan hingga kini telah melakukan kejahatan-kejahatan perang tiap harinya selama beberapa decade tapi tetap saja Israel tidak memenangkan sebuah perang pun. Oleh karena itu, Israel tidak bisa benar-benar mengajarkan kepada NATO bagaimana caranya menang di Afghanistan. Jika para jenderal NATO cukup bodoh untuk mengikuti taktik-taktik IDF, seperti para jenderal Israel, mereka akan mulai melihat tuntutan-tuntutan kejahatan perang ditumpuk dan dilemparkan kepada mereka. Mereka bahkan bisa cukup beruntung untuk berbagi sel tahanan dengan beberapa orang Israel karena hal itu (kejahatan perang), nanti saat keadilan ditegakkan.

Admiral Di Paola menghabiskan dua hari dengan Kepala Staf IDF yang tidak populer Jend. Gabi Ashkenazi, orang yang memimpin serangan IDF ke Gaza Desember kemarin.

Di negara Yahudi mereka sangat antusias dengan kedatangan Admiral Di Paola. Mereka memaknainya sebagai jaminan kembali atas ‘business as usual/bisnis seperti biasa’. Kunjungan pejabat tinggi NATO penting untuk memberikan keyakinan kepada mereka bahwa tidak ada seorang pun yang mempedulikan laporan Goldstone. “Kunjungan Di Paola sangat signfikan” ujar Jerusalem Post,”terlebih karena kedatangannya di waktu IDF dalam kritikan yang meningkat akibat Laporan Goldstone atas Operation Cast Lead juga akibat keputusan Turki – negara anggota NATO- untuk melarang Israel ikut dalam latihan militer udara.

Meski demikian, penting untuk mengelaborasi kepentingan bersama yang muncul antara kedua pihak ini, yaitu Israel dan NATO. “Saat pertemuan mereka Rabu lalu, Ashkenazi dan Di Paola mendiskusikan cara meningkatkan ikatan militer Israel-NATO juga soal rencana melibatkan Angkatan Laut Israel dalam Active Endeavour, sebuah misi NATO yang dibangun setelah serangan 9/11, suatu program di mana kapal-kapal NATO berpatroli di laut Mediterania untuk mencegah penyelundupan terror illegal(pengiriman senjata, bom, teroris dll)”.

Ini jelas merupakan langkah yang diperlukan bagi Israel. Saat ini Angkatan Laut Israel beroperasi di Latu Mediterania laksana komplotan Yidisshe Piraten (Bajak Laut Yahudi), menghancurkan, membajak dan mencuri kapal-kapal di lautan internasional. Begitu beroperasi di bawah bendera NATO, pasukan Israel bisa meneror setiap kapal di perairan bebas atas nama ‘barat’. Bagi negara Yahudi ini merupakan suatu langkah kemajuan yang besar. Hingga kini Israel telah melakukan kejahatan atas nama orang-orang Yahudi. Saat beroperasi di bawah bendera NATO nanti, Israelis bisa melakukan aksi pembajakan mereka atas nama Eropa. Langkah itu akan menjadi bukti transisi spiritual dan ideological dalam Zionisme, dari ‘tanah yang dijanjikan’ menjadi ‘planet yang dijanjikan’.

Sementara Israel sangat membutuhkan legitimasi dari NATO, kepentingan NATO jauh lebih sederhana. Apa yang dibutuhkan oleh NATO adalah pengetahuan dan taktik-taktik. Untuk beberapa alasa NATO bersikeras untuk belajar dari Israel soal bagaimana mengakibatkan luka bagi populasi sipil. Lebih banyak luka, tentu saja, dari luka yang sudah diberikan oleh NATO. “Para pejabat NATO mengatakan bahwa Di Paola memanfaatkan pertemuan dengan IDF untuk belajar teknologi baru yang bisa diterapkan dalam perang di Afghanistan”. Jerusalem Post melaporkan bahwa Israel adalah ‘pemimpin masyhur dunia dalam pengembangan peralatan perang spesial untuk berlindung dari improvised explosive devices (IDS/bahasa jawanya mah bom tanam rakitan hasil improvisasi local wisdom) , atau yang juga disebut dengan ranjau darat.” Inilah masalahnya. Para Jenderal Israel paham sejak lama bahwa prajurit-prajurit muda berharga mereka lebih memilih sembunyi dalam tank-tank mereka daripada berperang langsung dengan ‘musuh’ i.e. populasi sipil, anak-anak, orang tua dan wanita. Tidak berhenti di situ, Di Paola juga tertarik atas ‘kemampuan Intelejen Israel dan metode yang digunakan oleh IDF ketika beroperasi di tengah-tengah populasi sipil.” Di Paola mencatat bahwa “NATO dan IDF menghadapi ancaman yang sama- NATO di Afghanistan dan Israel dalam perangnya melawan Hamas dan Hizbullah.”

Saya akan menyarankan kepada Admiral Di Paola untuk segera membaca laporan Goldstone secara menyeluruh, sehingga ia bisa menemukan nurani hukumnya begitu dia memulai ‘taktik-taktik Israel’. Jika Admiral Di Paola ingin menggerakkan pasukannya, di memang seharusnya mengunjungi Israel, dia juga harus bertemu dengan setiap penjahat perang baik di militer dan politik sehingga dia tahu dengan jelas apa yang mestinya tidak dilakukan.

Peluang NATO untuk menang di Afghanistan terbatas, mereka bahkan sebenarnya kewalahan. NATO hanya bisa kalah. Beberapa analis militer dan jenderal-jenderal veteran berargumen bahwa sebenarnya NATO sudah kalah lebih dulu. NATO telah cukup membawa pembunuhan besar-besaran kepada orang-orang Afghan tanpa mendapatkan kemenangan militer ataupun politik apapun. Mengingat bahwa Israel telah sangat dipermalukan di Libanon tahun 2006 oleh paramiliter mini Hizbullah dan gagal menggapai goal militernya dalam perang genocidal Operation Cast Lead-nya terhadap Hamas, tidak ada gunanya bagi NATO untuk belajar dari Israel. Kalau NATO memaksakan diri mengimplementasikan taktik-taktik IDF yang diberikan, apa yang akan diraihnya adalah reduksi keamanan dramatis di wilayah Eropa dan Amerika.

Jika kita benar-benar peduli dengan perdamaian dan kita ingin hal itu terwujud, apa yang harus kita lakukan adalah menjauhkan diri kita sejauh mungkin terhadap ikatan spiritual, ideology , politik dan militer dari Zionisme, Israel dan lobi-lobinya. Jika benar Israel adalah ‘Cahaya bagi Bangsa-bangsa’, seseorang harusnya menjelaskan kepada kita semua, mengapa prospeknya menuju kedamaian justru semakin menjadi lemah dan gelap.

Jawaban saya sebenarnya sederhana, Israel bisa dengan mudah dilihat sebagai “cahaya bagi bangsa-bangsa’ selama kau belajar dari Israel apa yang harusnya tidak kau lakukan. Kenyataannya ini adalah pesan yang disampaikan oleh para nabi humanis kita, Jesus dan Marx. Cintai tetanggamu, hidup lah bersama yang lainnya, transendensikan dirimu di atas kesukuan ke dalam realism universal. Pada kenyataannya hal inilah yang secara nyata gagal digenggam oleh Israel. Untuk beberapa alasan, mereka mencintai diri mereka sendiri sebesar mereka membenci tetangga-tetangga mereka.

Kalau Admiral Di Paola ingin memenangkan hati dan pikiran orang-orang Afghan (ketimbang memenangkan sebuah perang), dia harusnya belajar mencintai mereka dulu. Ini merupakan hal yang tidak mungkin dipelajarinya di Jerusalem atau Tel Aviv… Gaza, Ramalah dan Nablus juga demikian.

-Gilad Atzmon adalah seorang penulis dan musisi Jazz tinggal di London, merupakan seorang Yahudi generasi kedua dan pernah berhidmat sebagai tentara militer Israel. Karya/CD terbarunya adalah In Loving Memory of America. Dia mengkontribusikan artikel ini ke PalestineChronicle.com

No comments:

Post a Comment