Thursday 31 December 2009

ATas Nama Kebaikan Manusia


 Terjemahan ini kudedikasikan untuk sahabat-sahabat Palestina, maaf karena belakangan ini sedikit melupakanmu.

Atas Nama Kebaikan Manusia

Oleh Stuart Littlewood sebagaimana diterjemahkan secara bebas oleh Umar Badarsyah dari artikel asli berjudul In the Name of Human Decency
 

sumber http://www.aljazeera.com/news/articles/39/In-the-name-of-human-decency.html 


Tenang Bapak Suci, Viva Palestina dan George Galloway sedang melakukan pekerjaan itu untukmu.

Saat orang-orang terkemuka, para duta, delegasi-delegasi hak asasi manusia, para pencari fakta datang dan pergi penderitaan Gaza terus berlangsung dan dari hari ke hari bertambah parah. Ini karena kepemimpinan komunitas internasional yang korup, di mana keberadaannya sendiri merupakan skandal di era kita.


Tapi kini akan datang secercah sinar keceriaan Natal bagi orang-orang Palestina yang terisolasi dan kelaparan, terpenjara di wilayah pendudukan sepanjang tepi laut.

Pada periode tertentu di bulan Februari mereka akan mendapatkan sebuah kunjungan dari tidak lain tidak bukan Uskup Besar Canterbury, Rowan Williams. Setidaknya itulah yang dikabarkan oleh pihak kantornya di Istana Lambeth Ya, Uskup Agung di Inggris tinggal di istana-istana dan bergaul di House of Lords (DPR utusan Golongan/Kamar Atas di Inggris-parlemenbikameral).

Figur religious top Inggris tersebut berharap menyapa Rumah Sakit Al-Ahli yang ia bangun dengan beberapa ribu pound tahun sebelumnya. Rumah Sakit Al-Ahli adalah sarana kesehatan berkapasitas 80 tempat tidur yang digunakan untuk penanganan gawat darurat dan klinik berjalan di Gaza. Saat serangan dahsyat setahun yang lalu, rumah sakit itu menangani banyak korban-korban luka. “Jelas sekali situasi di Gaza sangat menyedihkan,” demikian dikatakan pihak Istana (Palace). Dengan beberapa penganut Anglikan di bawah pimpinan Uskup Jerusalem Suheil Dawani di daerah itu, mereka aktif melakukan kegiatan pertolongan kemanusiaan dan advokasi.

It bisa saja terjadi. Tapi di sini di Inggris sendiri hal itu jarang disebut-sebut.
Apakah ini mungkin terjadi karena surat terbuka saya kepada sang Uskup Agung bulan lalu memacunya untuk melakukan sesuatu? Saya menuntut hal berani apa yang bisa dia dan rekan-rekan sejawatnya bisa lakukan di waktu Natal ini untuk mengintervensi dan membawa kemanusiaan, pertolongan praktis, dan spiritual untuk membantu semua keluarga Kristen dan Muslim yang telah bertahun-tahun ditekan dan disiksa secara kejam oleh rezim Israel dan para pendukungnya.

“Mengapa tidak mengunjungi wilayah pantai tersebut?” Saran saya. “Mintalah Brown dan Blair untuk memperbaikinya, dan jangan katakan tidak sebagai jawaban. Gembleng dan ingatkan pemerintah tugas Kekristusan mereka untuk mempertahankan dan melindungi orang yang lemah: dan seseorang memang sudah seharusnya melakukan itu. Tentu saja hal itu merupakan tugas bagi orang-orang beradab, Kristen atau bukan.”

Akankah sang Uskup Agung membawa senyuman di wajah Tuhan?

Jika berkaca pada respon-respon sebelumnya, para penduduk Gaza tak perlu terlalu antusius. Saya tidak pernah melihat satupun pernyataan sang Uskup Agung tentang Gaza di websitenya selama hampir setahun. Dan saat Israel merencanakan Operasi Cast Leadnya yang terkenal, yang kemudian menghasilkan pembantaian keji atas ratusan wanita-wanita dan anak-anak Palestina, Sang Uskup Agung menemani Kepala Rabbi Sachs ke Auschwitz untuk berceramah menentang genosida dan pertikaian ekstrim. Sang Uskup Agung menyebut Auschwits sebagai “tempat kebiadaban” dan membicarakan korupsi kolektif dan kebejatan moral yang membuat holocaust terjadi.

Jika dan ketika ia jadi tiba di Gaza nanti. Ia akan menyaksikan bentuk holokus yang lain. Ironi pesannya tentang Auschwitz tidak lantas hilang bagi penduduk Gaza yang terkepung, dan yang hingga kini masih berada dalam hari-hari penuh pemboman oleh para penyiksa gila mereka.

Sayangnya pihak Istana Lambeth tidak memberikan informasi detail perjalanan Sang Uskup Agung. Siapa yang akan ia kunjungi? Akankah ia mengunjungi Rumah Sakit Al-Shifa yang kewalahan menangani bagian terberat dari para korban? Akan kah ia membawa angin segar bagi Ismail Haniyeh, Perdana Menteri sah Palestina, seorang uskup kepada imam (pemimpin)? Akankah ia mengunjungi menteri kesehatan, Basem Na’im? Akankah ia mengunjungi Bapak Manuel Musallam, pendeta terhormat yang menjadi pelindung bagi komunitas Kristen dalam menghadapi jam-jam terkelam di Gaza? Bapak Manuel, lelaki sejati nan tabah itu, telah pensiun baru-baru ini, tetapi barangkali masih bisa dihubungi di Tepi Barat.

Akankah Ia (Uskup Agung) mendayung di pantai Gaza? Akankah ia ikut menjala jarring ikannya di perairan bersama para nelayan Gaza, dan mencaci penembakan yang dilakukan oleh kapal-kapal perompak Israel?
Para penduduk Gaza barangkali bisa menuliskan saran-saran yang membantu ke publicaffairs@lambethpalace.org.uk.

Will Rowan Williams bring a smile to the face of God? I hope so, for it is not too late. Akankah Rowan Williams membawa senyuman ke wajah Tuhan? Saya berharap ya, karena itu belum terlambat.

Jika dia jadi datang, maka ia telah melakukan sesuatu yang lebih ketimbang Paus. Individu berjubah mahal, yang punya kedudukan lebih besar bagi Tanah Suci dari siapapun di dunia Barat, awal tahun ini ‘menahan diri’ untuk mengunjungi reruntuhan berasap Gaza sekedar menunjukkan solidaritas bagi gembalanya yang ketakutan, dan malah memerankan turis di Wilayah Pendudukan bersebelahan dengan wilayah konflik. Paus memilih kata ‘menahan diri’ sebagai alasannya kepada media. Alasan yang ibarat pukulan bagi amarah yang tidak lagi tertahankan, seperti menahan diri dari birahi sex, dan membuat marah besar orang-orang yang telah sangat menderita.

Jika Pelayan Jesus ini adalah sebuah kekuatan kebaikan, mana armada yang seharusnya ia kirim untuk menolong komunitas Kristennya dan untuk saudara-saudari Muslim-nya?

Tenang Bapak Suci…Viva Palestina dan George Galloway sedang melaksanakan tugas itu. Mereka sedang melakukan tugasmu untuk mu dan berupaya menghancurkan blokade iblis itu. Kau sebenarnya bisa melakukannya atas nama Tuhan. Mereka melakukannya atas nama kemanusiaan.

Nampaknya garam untuk bumi dari kota kami---yang terdiri dari orang-orang Kristen, muslim, atheist bahkan yahudi—yang telah mengorganisisr, bergabung dan mendukung konvoi, lebih memiliki pemahaman terhadap semangat dan ajaran Kekristusan dari pada orang-orang yang belajar mendalam di pusatnya di VAtikan.
Saya tidak bisa menemukan satupun referensi spesifik terhadap tragedy kemanusiaan yang terjadi di Tanah Suci dalam website Vatikan. Sang Paus ‘menahan diri’ dari menyebutkannya bahkan dalam pesan perayaan menyambut HAri Perdamaian Dunia, 1 Januari 2010.

Sebagaimana saya juga tidak melihat ucapan selamat bagi para penduduk Gaza pada website Istana Lambeth.

KEtika Uskup Agung Rowan kembali pulang dari kunjungan bersejarahnya nanti, apa yang akan ia lakukan? Dia dan 25 rekan sejawatnya duduk di parlemen atas Inggris (house of Lords). Mereka memiliki pengaruh. Namun dalam kesempatan penelusuran singkat terhadap situs theyworkforyou.com saya tidak bisa menemukan catatan terkini soal bagaimana anggota super dari golongan pendeta ini menyuarakan pertanyaan, keberatan atas pembantaian yang dilakukan oleh Israel, penyiksaan tiada berakhir terhadap komunitas muslim dan Kristen dan pembatasan tanpa hak terhadap Tanah Suci secara umum. Tidak pula ada kritisisme terhadap ketidakberdayaan pemerintah Inggris atasnya.

Ketika para pemimpinnya telah melihat dan mendengar kebenaran pahit langsung dari sumbernya, dan melaporkannya, apa yang kiranya dilakukan oleh Kegerejaan Anglican sebagai kesatuan untuk memulai proses peningkatan kondisi kemanusiaan di Tanah Suci dan menjaga legasi spiritualnya?
Malam Natal, 2009

--Stuart Littlewood adalah penulis buku Radio Free Palesine, yang menjelaskan dilemma orang-orang Palestina di bawah pendudukan.


 

1 comment: