Sunday 6 September 2009

Yehuda Hiss: Rantai yang Hilang dalam Kasus Pencurian Organ Tubuh Orang-Orang Palestina?

Yehuda Hiss: Rantai yang Hilang dalam Kasus Pencurian Organ Tubuh Orang-Orang Palestina?
Oleh Jonathan Cook – Nazareth

Sebagaimana diterjemahkan secara bebas oleh Umar Badarsyah dari artikel asli berjudul “Yehuda Hiss: Missing Link in Palestinian Organ Theft”,

Upaya pengkaburan masalah dari para pemimpin Israel(1) terhadap sebuah cerita yang diterbitkan sebuah koran Swedia bulan lalu (2) yang menduga bahwa pasukan Israel membantu pencurian organ dari orang-orang Palestina telah mengalihkan perhatian dari tuduhan mengganggu keluarga-keluarga Palestina yang menjadi dasar klaim artikel koran tersebut.

Keluarga-keluarga itu khawatir bahwa kasus kerabat-kerabat mereka, yang dibunuh oleh tentara Israel, yang diambil organ tubuhnya lewat otopsi illegal di Israel telah ditutupi dengan tuduhan mengulang “blood libel”* langsung kepada sang reporter, Donald Bostrom, dan kepada harian Aftonbladet, juga kepada rakyat dan pemerintah Swedia.

*”blood libel” adalah tuduhan kepada orang-orang Yahudi atas praktik pemujaan dengan meminum darah korban, tuduhan ini ikut mendasari perlakuan anti-semit dan holokus kepada orang-orang Yahudi pada masa antar Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Dengan mengatakan David Bostrom, harian, serta pemerintah dan rakyat Swedia melakukan tuduhan blood libel, Israel berupaya memutar lagu lama, selaku korban holokus, dan mengutuk upaya itu sebagai ancaman serius terulangnya pembantaian terhadap Yahudi.

Saya tidak tahu apakah cerita itu sendiri benar atau tidak. Seperti sebagian besar jurnalis yang bekerja di Israel dan Palestina, saya telah mendengar rumor-rumor tentang hal itu sebelumnya. Sebelum Bostrom menuliskan karyanya, tidak ada jurnalis barat, sejauh yang saya tahu, telah melakukan investigasi terhadap tuduhan itu. Selama bertahun-tahun, asumsi yang berkembang di antara para jurnalis adalah bahwa hanya terdapat sedikit harapan untuk mendapatkan bukti – kecuali secara literal dengan menggali kuburan mayat-mayat tersebut- untuk mengungkapnya. Tanpa diragukan, tuduhan tak terelakkan menyebar anti-semitisme bagi laporan mengenai hal tersebut, merupakan faktor kuat keengganan para jurnalis untuk melakukan investigasi.

Apa yang mengejutkan dari drama kali ini adalah bahwa keluarga-keluarga yang melakukan tuduhan itu tidak diberi kesempatan untuk didengar pada akhir 1980 and dan awal 1990 an, ketika intifada yang pertama, di mana sebagian besar laporan dugaan pencurian organ-organ tubuh itu muncul, hingga kini pun terus mendapatkan hak mereka untuk berbicara diabaikan.

Sensitivitas Israel terhadap tuduhan pencurian organ- atau ‘panen’, sebagaimana banyak pengamat menggunakan kata yang lebih halus terhadap praktek itu – justru mengangkat kepentingan murni keluarga-keluarga tersebut untuk mengungkap siksaan yang mungkin saja terjadi kepada orang-orang yang mereka cintai.

Bostrom telah banyak dikritik terhadap sedikitnya bukti yang dia hasilkan untuk mendukung ceritanya yang menghebohkan. Memang terdapat banyak hal untuk dikritisi dari tulisannya dan dari presentasi laporan harian tersebut.

Hal yang paling signifikan, Bostrom dan Aftonbladet membiarkan diri mereka menjadi obyek tuduhan anti-semitisme – setidaknya dari kacamata pejabat Israel sebagai sesuatu yang salah – melalui sebuah kesalahan penilaian yang besar.

Mereka memperkeruh air dengan mencoba membuat koneksi hubungan yang lemah antara tuduhan keluarga-keluarga Palestina terhadap pencurian organ tubuh manusia selama otopsi tanpa persetujuan, dengan temuan terpisah bulan ini tentang sekelompok Yahudi Amerika yang tertangkap melakukan pencucian uang dan penjualan organ-organ tubuh manusia.(3)

Dalam upaya membuat hubungan itu, Bostrom dan Aftonbladet memberi kesan bahwa masalah pencurian organ sebagai sesuatu yang terkini ketika mereka hanya mampu menghadirkan sejumlah contoh dari dugaan di awal 1990an. Mereka juga secara tidak langsung menyatakan, baik itu disengaja atau tidak, bahwa tindakan yang dituduh dilakukan oleh tentara Israel tersebut entah bagaimana bisa dinisbatkan sebagai tindakan yang bisa diatribusikan kepada orang-orang Yahudi secara umum.

Reporter Swedia itu seharusnya lebih berkonsentrasi pada pertanyaan berdasar dari keluarga-keluarga itu tentang mengapa militer Israel, dengan otorisasi mereka sendiri, mengambil mayat-mayat lusinan orang Palestina yang dibunuh oleh tentaranya, kemudian menjalankan otopsi kepada mayat-mayat itu tanpa izin dari keluarga dan mengembalikan mayat mereka untuk dikuburkan dalam upacara yang diadakan dengan pengamanan yang ketat.

Artikel Bostrom mengangkat kasus seorang Palestina, berusia 19 tahun, Bilal Ahmed Ghanan, dari desa Imatin sebelah utara Tepi Barat, yang terbunuh di tahun 1992. Gambar mengejutkan tubuh Bilal yang terjahit menemani laporan tersebut (4)

Bostrom telah menyatakan kepada media Israel bahwa ia tahu lebih dari 20 kasus keluarga-keluarga yang mengklaim bahwa tubuh orang-orang yang mereka kasihi dikembalikan dengan bagian-bagian tubuhnya menghilang, (5) hanya saja dia tidak mengatakan apakah ada satu di antara insiden yang dituduhkan ini muncul baru-baru ini.

Di tahun 1992, pada tahun yang menjadi pusat pertanyaan, Bostrom mengatakan, militer Israel mengakui kepadanya bahwa mereka melakukan otopsi terhadap 69 dari 133 orang-orang Palestina yang meninggal akibat sebab-sebab tidak alami. Pihak militer belum membantah bagian ini dari laporan tersebut.

Pertanyaan berdasar dari para keluarga yang diangkat oleh Bostrom adalah: mengapa pasukan militer Israel menginginkan otopsi dilakukan? Kecuali bisa dibuktikan bahwa militer Israel menginginkan dilakukannya investigasi terhadap kematian-kematian itu- dan nampaknya tidak ada tanda-tanda bahwa mereka punya keinginan melakukan itu- otopsi tidak perlu dilakukan.

Pada faktanya, otopsi itu sangat tidak perlu dilakukan. Upaya melakukan otopsi konter-produktif jika kita berasumsi bahwa militer Israel tidak berkepentingan mengumpulkan bukti yang bisa digunakan, di masa mendatang, untuk mengadili tentara-tentaranya atas kejahatan perang.

Apa yang menjadi keprihatinan yang mendalam dari keluarga-keluarga korban adalah fakta bahwa semasa mayat-mayat orang yang mereka cintai diambil oleh tentara untuk diotopsi, satu-satunya institusi di Israel yang melakukan otopsi tersebut, Rumah Sakit Abu Kabir, dekat Tel Aviv, telah nyata menjadi pusat perdagangan organ-organ tubuh manusia yang kemudian belakangan menjadi sebuah skandal di dalam Israel sendiri.

Fakta yang sama mengkhawatirkannya, adalah dokter di belakang pembajakan bagian-bagian tubuh manusia, Prof Yehuda Hiss, direktur terpilih institute Abu Kabir di akhir 1980-an, belum pernah dipenjara meski telah mengakui praktek pencurian organ itu dan terus menjabat sebagai Kepala Pathologist Negara di institut tersebut.

Hiss bertanggung jawab terhadap otopsi orang-orang Palestina,saat Bostrom mendengarkan keluhan keluarga-keluarga Palestina tersebut di tahun 1992. Hiss setelah itu diperiksa dua kali, di tahun 2002 dan 2005, atas pencurian bagian-bagian tubuh manusia dalam jumlah besar.

Tuduhan-tuduhan terhadap perdagangan illegal organ-organ tubuh manusia yang dilakukan oleh Hiss, pertama kali terungkap di tahun 2000 melalui investigasi para reporter koran Yediot Aharonot, yang melaporkan bahwa dia memliki “daftar harga” untuk bagian-bagian tubuh manusia dan dia telah menjual terutama ke Universitas-universitas Israel dan sekolah-sekolah kedokteran (6)

Bahkan tanpa terdeteksi oleh laporan-laporan harian tersebut, Hiss masih menyimpan banyak organ-organ tubuh dalam tanggung jawabnya di Abu Kabir ketika pengadilan Israel memerintahkan penggeledahan di tahun 2002. Media nasional Israel melaporkan waktu itu:”Dalam kurun tahun-tahun terakhir, para pemimpin institute itu, nampaknya telah memberikan sejumlah organ-organ tubuh manusia untuk penelitian tanpa izin, sementara mengelola sebuah gudang penyimpanan organ-organ tubuh manusia di Abu Kabir.” (7)

Hiss tidak membantah perampasan organ-organ tubuh itu, mengakui bahwa bagian-bagian tubuh itu berasal dari para tentara yang tewas dalam tugas, dan telah dikirimkan ke institute-institut medis dan rumah sakit-rumah sakit untuk kepentingan pengembangan penelitian. Mudah untuk memahami jika keluarga-keluarga korban Palestina tidak begitu saja puas dengan penjelasan Hiss. Jika izin keluarga dari para tentara Israel saja bisa diabaikan oleh Hiss, maka mengapa izin keluarga-keluarga Palestina juga tidak?

Hiss dibiarkan untuk melanjutkan jabatan direktur Abu Kabir hingga tahun 2005 ketika tuduhan terhadap sebuah perdagangan organ-organ tubuh manusia kembali mengemuka. Pada kejadian ini Hiss mengakui telah mengizinkan pengambilan bagian-bagian tubuh dari 125 mayat tanpa izin otorisasi. Melalui pembelaan tawar menawar dengan Negara, penuntut umum memutuskan untuk tidak mendakwa dengan tuduhan criminal dan Hiss hanya dikenakan sebuah teguran. (8) Dia sejak itu terus menjabat sebagai kepala Pathologist di Abu Kabir.

Penting juga untuk dicatat, bahwa Bostrom menunjukkan, bahwa di awal 1990 an Israel mengalami kekurangan akut donor organ-organ tubuh manusia, bahkan hingga Ehud Olmert, saat itu menteri kesehatan, menerbitkan kampanye publik mendorong orang-orang Israel untuk menjadi donor. Hal ini menawarkan penjelasan yang mungkin terkait sepakterjang Hiss. Dia bisa saja memegang andil dalam upaya mengurangi defisit itu.

Melaui fakta-fakta yang telah diketahui, setidaknya pasti ada suatu kecurigaan kuat bahwa Hiss mengambil organ-organ tubuh manusia tanpa otorisasi dari orang-orang Palestina yang diotopsinya. Baik isu ini, maupun kemungkinan peran militer menyediakan Hiss mayat-mayat, perlu investigasi.
Hiss juga terlibat pada skandal panjang dan tak terpecahkan yang lain di awal-awal berdiri Israel di tahun 1950an, ketika anak-anak imigran baru Yahudi ke Israel dari YAman diadopsi oleh pasangan-pasangan Ashkenazi setelah para orang tua dari Yaman itu diberitahu bahwa anak mereka telah mati, (9) umumnya setelah masuk rumah sakit.

Setelah sebuah upaya pengungkapan awal, para orang tua Yahudi dari Yaman terus menekan untuk mendapatkan jawaban dari Negara, dan memaksa para pejabat untuk membuka kembali kasus-kasus itu. Orang-orang Palestina layak untuk mendapatkan keadilan yang serupa.

Hanya saja tidak seperti orangtua Yahudi keturunan Yaman, kesempatan mereka untuk mendapatkan investigasi dalam bentuk apapun, secara transparan atau tidak, hanya merupakan harapan yang sia-sia.
Ketika tuntutan keadilan orang-orang Palestina tidak didukung oleh investigasi para jurnalis atau protes-protes dari komunitas Internasional, Israel bisa mengabaikan tuntutan itu dengan aman.

Penting untuk mengingat dalam konteks ini upaya konsisten berulang-ulang dari kelompok perdamaian di Israel bahwa okupasi empat dekade yang brutal terhadap orang-orang Palestina telah sedemikian mendalam membuat masyarakat Israel korup.

Ketika militer menikmati kekuasaan tanpa akuntabilitas, bagaimana orang-orang Palestina, atau kita, tahu apa yang boleh dilakukan oleh tentara-tentara itu dengan dalih pendudukan? Apa kendali-kenadi yang bisa dijadikan pijakan untuk mencegah kesewenang-wenangan? Dan siapa yang mengadili mereka jika mereka memang melakukan kejahatan-kejahatan?

Sama halnya, ketika para politisi Israel bisa berteriak “blood libel” atau “anti-semitisme” jika mereka dikritik,mereka bisa menghancurkan reputasi orang-orang yang mereka tuduh, apa insentif yang mereka dapatkan untuk menginisiasi penyelidikan yang dapat membahayakan mereka sendiri, atau institusi yang mereka awasi? Alasan apa yang mereka miliki untuk berlaku jujur ketika mereka bisa memukul sebuah kritik menjadi diam dengan godam, tanpa berakibat apapun bagi mereka sendiri?

Ini adalah arti dari frase “Kekuasaan itu Mengkorupsi” dan para politisi serta para tentara Israel, juga setidaknya seorang pathologist (Hiss), secara demonstratif memiliki terlalu banyak kekuasaan – terlebih khusus terhadap orang-orang Palestina di bawah pendudukan.

-Jonathan Cook adalah seorang penulis dan jurnalis yang tinggal di Nazareth, Israel. Buku terbarunya adalah “Israel and Clash of Civilizations: Iraq, Iran and the Plan to Remake the Middle Eas”(Penerbit: Pluto Express) dan “Disappearing Palestine: Israel’s Experiments in Human Despair”(Penrebit: Zed Books). Website beliau www.jkcook.net. Dia mengkontribusikan artikel ini ke PalestineChronicle.com

1 comment: