Saturday 15 January 2011

Tancho, A Father and Son Bond

Pernah lihat aku, dalam satu atau dua kesempatan yang beririsan dengan lintasan momen hidup teman-teman sekalian,berpakaian rapi dengan rambut sangat klimis tak alam?. Tersisir rapi dengan belahan pinggir yang kentara sekali garis putihnya di antara dua gundukan rambut hitam sempurnaku? Bagaimana? pernah?

 

Jika ya, maka teman, dengan bangga aku akan mengatakan, saat itu aku pake Tancho, Minyak rambut pusaka keluarga! Ya Tancho. Saat Brylcreem berhasil menaikkan tingkat penjualannya sejak menggaet Beckham hingga kini, atau anak-anak muda gaul memakai hard WAX untuk menspike rambutnya, aku tetap setia dengan minyak rambut gaul anak muda-jaman 80-an: TANCHO.

 

Minyak rambut hijau kental dengan bau 'khas' antara campuran minyak kelapa dan entah apa lagi di dalamnya itu menjadi andalanku untuk menebar pesona pada dunia. :)

 

Tentu saja, aku punya alasan praktis. Kau tau rambutku kan teman? Super tebal.  SEtebal bulu domba garut. Tampaknya gen utama rambut tebal kualitas domba garut menyatu sempurna pada peranakan galur murni raja-raja Priangan Timur Pasundan ;p . 

ini bukan wig, apalagi helm! wakakak
 Dengan Tancho aku bisa menekan rambutku hingga dua inchi jika memakai porsi ekstrem. Tapi tenang, sejak masuk jenjang SLTP aku tak lagi pernah memakai Tancho berlebihan. Hingga kini aku hanya mencoleknya sebatas sepertiga ujung paling atas buku jari telunjukku. Lebih karena aku tak lagi butuh porsi yang banyak. Entah mengapa, bisa jadi karena sedari kecil setia dengan produk Tancho, rambutku kini seolah punya memori genetis untuk mengempis drastis walau hanya dengan sedikit olesan salep hijau itu. Boleh jadi gen rambutku menyimpan memori traumatis dari para pendahulunya, sehingga tiap kali tumbuh yang baru--aku sering mencukur hingga setengah senti keseluruhan rambut kepala- mereka secara otomatis mengempis bahkan sejak hidungku sudah mulai mencium bau khas minyak rambut klasik itu.

 

Alasan praktis kedua adalah, aku tak cocok dengan produk lain. Saat Beckham dan Ronaldo tampil sempurna dengan produk yang merreka iklankan masing-masing, aku harus rela untuk tidak berada satu level dengan mereka jika memakai produk-produk itu, masalahku dua: gatal-gatal dan ketombean jika memakai selain Tancho! Taruhan para gadis akan berpikir minimal dua kali sebelum melewatkan aku sebagai pilihan, jika aku, Beckham dan Ronaldo berdiri sejajar berambut klimis dengan gacoan masing-masing! (nga boleh protes ini notes gue!!:p) 

ehm, penyakit gila no 112: Narsis!!!

 

Alasan utamaku tetap setia dengan Tancho adalah karena ia tak lagi sekedar produk pabrikan salep 

penata rambut, ia melebihi itu, ia merupakan bagian dari sejarah panjang, harapan, dan doa, salep hijau berbau tak keruan itu menjelma ikatan ayah dan putera kesayangannya, aku si pangais bungsu (anak sebelum terakhir), bungsu laki-laki!

It's in the blood :)

 

Aku tak ingat persisnya kapan aku mulai memakai Tancho. Dengan asumsi bahwa aku sudah mulai berkembang dengan pesat dan mengerti bahasa manusia diusia 1,5 tahun dan kejadiannya saat aku sudah cukup umur untuk dibawa ke acara-acara resmi KBRI, maka momen penting itu barangkali terjadi sekitar tahun 1987-an, usiaku tiga tahun berjalan mendekati empat.

 

Riyadh di suatu Senin di salah satu rumah blok Diplomatic Garden, ayahku sibuk berhias, aku sudah mandi dan berpakaian rapi setelah dipaksa, duduk di tepi kasur menghadap cermin melihat ayahku berhias dengan wajah cemberut. KEsal karena dibangunkan  pagi-pagi sekali. Kami harus bergegas menghadiri acara entah apa di KBRI Riyadh, tak ada pembantu atau orang yang bisa dititipkan aku dan kakakku di rumah,tidak hanya karena memang tidak ada yang bisa dititipkan, kalaupun ada, tak ada yang pernah sanggup bertahan. Kami terlalu 'istimewa' heheheh.Pilihan paling rasional adalah mengajak kami berdua, tiap kali kami mulai berulah ibuku tinggal memelototkan matanya saja, atau menjewer kuping kami, efektif!

 

"Ayo rambutnya disisir bageur (anak baik)","nih kayak papah" dibukanya wadah silinder putih dengan penutup berwarna hijau dengan merek bertulisan latin dan cina, dicoleknya sebuku ibu jari, diratakan, dan dioleskan ke seluruh rambutnya. Aku kemudian takjub dengan apa yang terjadi, saat sisir beraksi belahan pinggir ayahku tampak rapi, dan seketika ayahku terlihat gagah dengan rambut tertata. Kemudian ia berucap,"Klo mau jadi diplomat nyisirnya harus rapi, rambut rapi, nih pake Tancho!" Namanya Tancho, seperti macho dan di depanku berdiri sosok yang aku sayangi dan kagumi dengan gagahnya, berambut rapi."Pak Dubes dan diplomat-diplomat hebat pake ini," ujarnya bangga. Ayahku pegawai komunikasi,posisi yang bukan siapa-siapa menurutnya dalam rangking diplomasi, kerap ia berkelakar, dirinya hanyalah bocokok (harfiah: anak buaya,sunda), bawahan bukan siapa-siapa. Sejak dini ditanamkannya harapan pada terutama semua putera-puteranya untuk menjadi diplomat, agar nasib kami bisa melebihi ayahnya yang bukan 'siapa-siapa', tak peduli seberapa besar kami mengaguminya. 

 

Sejak saat itu pulalah aku akrab dengan tancho. Tiap kali aku memakainya, seolah ada kebanggaan aku memakai minyak rambut para diplomat, aku kelak akan menjadi salah satu dari para wakil negara itu, aku akan memenuhi doa dan harapan orangtuaku...dan Allah yang Maha Rahman kemudian memuliakan aku sebagai jawaban doa dan tirakat panjang kedua orangtuaku.

 

Aku putera ke enam ayah-ibuku setelah kedua kakakku yang dianggap berpeluang karena potensi akademik dan bahasa yang dimiliki, setelah mencoba dan gagal, mencoba dan gagal, mencoba dan Allah kemudian menentukan air mata kebahagiaan yang sekian lama merindu dendam jatuh untukku.

....

"Eeeh...sini sayang nyisir dulu!", aku tarik Musab kecil yang terlalu bersemangat hendak menyusul Umminya untuk memakai sepatu.Kududukkan ia dalam pangkuanku di antara kedua tanganku di depan meja hias bercermin. Kuraih benda pusaka itu ke hadapannya, sambil melihat melalui cermin kedua mata besar indah yang diturunkan dari ibunya. "Ini namanya Tancho sayang, Aki Adja (ayahku Wihardja) sama Abi pake ini dari dulu, liat nih yaaa,"

 

Aku colek secukupnya, dan kubiarkan ia terpesona dengan sihir yang dimainkan sisir dan adonan berbau khas itu."hmmm, kerenkan?? Rapi!", "apapun cita-cita, dan apapun jadinya kamu nanti, rambutmu harus disisir rapi nak, itu sunnah Rasul, dan Allah menyukai keindahan, kerapian!","nah sekarang sini abi pakein, sisirnya pegang sayang"..."nah, sipp kamu udah ganteng...sana pake sepatu sama Ummi sayang."

 

Aku melihat nanar mata yang pernah kulihat sebelumnya saat dengan riang ia bergegas menuju Umminya,"Ummiii sepatu Musab mana...?" Saat punggungnya bergegas menjauh, aku berdoa "Allahumma robbanaa hablanaa min azwajina wa dzurriyyatinaa qurratta a'yunin waj'alna lilmuttaqiina imaama" (doa agar isteri dan anak-anak menjadi orang-orang yang bertakwa) dan siluet idolaku muncul dengan rambut klimisnya, menggandeng perempuan yang paling aku cintai. Mereka tersenyum..pun aku demikian, "rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayanii shagiraa" (doa untuk kedua orangtua), ah aku akan menelpon ayahku, dan aku akan mengatakan, "Pa, rambut Musab sekarang rapi...make Tancho!"

 

:)

 

 

Musab Kecil nga akan jauh dari Abinya,dengan mata Umminya :p

15 comments:

  1. Gabungan antara kekuatan kenangan masa lalu dan impian masa depan. Well written, umar. Aku suka notesmu yg ini.

    ReplyDelete
  2. Subhanallah.. blognya umar toh.. nice.. ^^

    ReplyDelete
  3. @Emma: terima kasih Emm, doain impianku kesampaian yaa..heheh..ya yang terbaik di sisi Allah lah. :)

    @mutiarayanghilang: yaa..silahkan berkunjung ke notes ku yang lain yaa...:)
    Eh ini mutiara siapa yaahhh?? :)

    ReplyDelete
  4. Wah, notes yang ini bagus banget Ka.. :)

    ReplyDelete
  5. Bacanya berasa lagi nonton film dokumenter,, :)

    ReplyDelete
  6. hahah...ini belum dokumenter, bagian terakhir judulnya masih ngarep dotcom, terutama bagian penuru gen mata besar yang indah.

    ReplyDelete
  7. ooh gituu.. oke-oke.. ditunggu cerita lanjutannya.. btw, itu foto yang terakhir yang lucu itu siapa Kak? Musab itu siapa? Mushab bin Umair? bukannya itu sahabat Rasulullah SWT yah? hehe

    ReplyDelete
  8. hadooohhh....Musab itu my future lil kid..... read http://shikaumaru.multiply.com/journal/item/66
    Itu fotoku usia tiga tahun

    ReplyDelete
  9. hehe.. iyaa tau koq Ka itu foto Kaka.. :p, cuma dari alur ceritanya, Kaka seolah menceritakan kalo Musab itu anak Kaka, udah gitu kan Mushab itu kan namanya, Mushab bin Umair. Pas banget kalo ntr Kaka punya anak trus dinamain Mushab.. hehe.. piss Ka..

    ReplyDelete
  10. @Teh Ega: syukur nga muntah-muntah :p

    ReplyDelete
  11. tadinya sih mo gitu..
    tapi bingung, belum nemuin tempat yang cocok buat ngelakuinnya..

    aih kak, sampe sekarang masih aja gak mengkabulkan permintaan saya..
    plis, panggil saya dengan nama saya aja..
    tanpa embel2 mba, teh, apalagi mas..

    inget usia dong kak..
    kakak kan ada jaaaauuuhhh......di atas saya soal itu.. :))

    ReplyDelete
  12. wahahhaha biar selalu ngerasa muda :p

    ReplyDelete
  13. Insya Allah antara 2-4 minggu lagi Mus'abnya lahir

    ReplyDelete